NYAWA KETELADANAN




tidak ada wibawa pada orang yang menasihatkan apa yang tidak ia teladankan
-Reza Yoga (2012)-




Bagi kebanyakan manusia, berbicara merupakan hal yang paling mudah dilakukan. Mulut terbuka dan kata-kata akan dengan begitu mudah mengalir darinya. Begitu mudahnya berbicara hingga kadang kita tak sempat menilai apakah yang keluar dari mulut kita itu perkataan yang baik atau perkataan yang buruk. Istilah kerennya berbicara sebelum berfikir. Untuk yang satu ini, hendaknya kita senantiasa berhati-hati agar yang keluar dari mulut kita adalah perkataan yang baik.

Sayangnya, banyak orang yang dengan mudah menyuarakan kebaikan melalui perkataan mereka, tetapi susah menjadi contoh kebaikan. Semua orang sudah paham bahwa perbuatan mencuri itu tidak bisa dibenarkan oleh apapun, tapi cobalah hitung berapa banyak orang di Negara kita yang suka mengambil sesuatu yang bukan haknya. Jika jumlahnya sedikit, Indonesia tidak akan masuk dalam daftar negara terkorup di dunia.

Contoh yang lebih kecil bisa kitra lihat dalam sebuah keluarga. Orang tua seringkali menasihati anaknya untuk bersikap sopan kepada yang lebih tua, sementara si anak melihat sendiri bahwa sang Ayah tidak menaruh hormat sama sekali pada neneknya. Padahal tidak ada wibawa pada orang yang menasihatkan apa yang tidak ia teladankan.

Memberikan contoh yang baik, lebih berpengaruh daripada hanya memberikan nasihat yang baik. Memberi keteladanan memang sulit, karena pertama-tama kita harus memiliki cukup kekuatan untuk memulai berbuat baik. Selanjutnya juga tidak mudah, kita harus memastikan agar perbuatan baik itu bisa kita lakukan secara kontinyu.

Hal ini harusnya membuat kita hati-hati dalam berbicara, terutama jika kita diminta untuk memberikan nasihat. Selain menjaga agar perkataan yang keluar adalah perkataan yang baik, kita juga harus memastikan bahwa diri kita juga melakukannya dalam perbuatan kita. Akhirnya menasihatkan kebaikan menjadi sama sulitnya dengan melakukan kebaikan tersebut.

Ini bukan sebuah pembenaran untuk orang-orang yang memilih diam ketika melihat kemungkaran terjadi dengan alasan belum bisa menerapkan apa yang dinasihatkan, atau yang menasihati tak lebih baik dari yang dinasihati. Ini bukan alasan untuk diam, karena diam sejatinya adalah pengkhianatan.

Ini hanyalah sebuah ajakan untuk senantiasa memperbaiki diri. Untuk memantaskan pribadi kita. menyelaraskan antara apa yang kita katakan dengan apa yang kita lakukan. Berusaha untuk tidak menjadi kaum yang dibenci oleh Allah.

“Sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (As-Saff : 3)”

No comments:

Post a Comment