untuk reza (1)"mengejar cita - cita" (dari blog sebelah)



Siang itu, sebuah sms dari nomer yang tidak dikenal, menghampiri J210i-ku. Seperti biasa, tangan inipun tak begitu menghiraukan jika ada sms dari nomer asing. Baru setelah beberapa saat, kusempatkan membaca sms itu.

“Assalamu’alaikum. mas..saya reza, temannya burhan. Saya diterima SNMPTN di ilmu komunikasi UB mas..”, demikian isi sms dari nomer asing itu.

“wa’alikum salam. Reza? Reza yang mana ya ? Alhamdulillah..barakallah ya dek akhi..”dengan lincah jemari tanganku, seketika itu membalas sms yang ternyata datang dari seseorang yang mengaku bernama Reza . walaupun belum kenal, tetap saja saya memakai kata “barakallah”, karena saya tau, bagaimana perjuangan untuk memasuki perguruan tinggi negeri.

“Itu lho mas..yang dulu ikut acara diManunggal, waktu antum ngisi pembekalan. Jazakallah mas,,tapi ada masalah mas..”, tak lama kemudian kudapati balasan itu darinya. Saya mendapati aura kegamangan dalam smsnya kali ini

Sejenak saya berfikir, memutar memori. Untuk kemudian bisa menemukan file dengan keyword, “Manunggal”,”Pembekalan”,dan”Burhan”. Dan ternyata, akumulasi frase ingatan itu membawa saya kepada sebuah acara pembekalan kader kelas 3 SMA DS Magetan, 2 bulan yang lalu, ditaman wisata Manunggal, kabupaten Magetan , dimana saat itu saya kebetulan diundang menjadi salah satu pematerti, selain pemateri utama drg Utsman Khadafi. Sedangkan “Burhan”, mengingatkan saya kepada nama seorang adek kelas dari SMA 2 Magetan, yang diterima PMDK di UB beberapa bulan yang lalu, dimana saya berperan membantu segala kebutuhan registrasi ulangnya waktu itu. Lalu, kata Reza..cukup keras saya berusaha mengingatnya, namun ternyata memang nama itu belum ada dalam database nama – nama yang pernah saya kenal. Sehingga kesimpulannya adalah, bahwasanya si Reza ini adalah salah satu peserta pembekalan, yang juga temannya Burhan. Memang saya tidak mengenal seluruh peserta pembekalan waktu itu yang berjumlah lebih dari 30 ikhwan dan lebih banyak lagi akhwatnya. Apalagi, siang itu saya hanya mengisi satu sesi, dengan durasi tak lebih dari 2 jam.

Tak lama kemudian saya tersadar, dan segera memberikan balasan sms kepadanya,
“Oh..iya, saya ingat (meskipun hanya pura - pura), masyaAllah..ada masalah apa dek ? mungkin saya bisa membantu?”

“saya kesulitan biaya daftar ulang mas..” begitu sms selanjutnya yang saya terima.

“Memangnya kurang berapa ? insya Alah saya bisa mengusahakan membantu..”

“walah mas..kok kurang berapa?ini saja belum ada blas..dana yang dijanjikan cair hari ini ternyata tidak bisa cair. Bagaimana mas? Apa bisa membantu mencarikan keringanan pembayaran?”.

“ehm..afwan dek, kalau keringanan kelihatanya agak sulit..tapi kalau penundaan mungkin bisa..”
“iya mas..penundaan juga tidak apa – apa..yang penting saya bisa masuk kuliah mas…syarat – syaratnya apa saja mas?.” Reza membalas dengan bahasa sms yang penuh dengan aura keopmtimisan dan harapan.

“sebentar ya dek.saya carikan info dulu”

“iya mas,,saya tunggu, Insya Allah info dari mas sangat bermanfaat untuk saya. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada mas..”.

“amin..doa yang sama untuk antum..antum juga banyak – banyak berdoa dek..semoga dimudahkan oleh Allah.” Untuk sementara pembicaraan kami via sms berakhir, senyampang saya melangkahkan kaki ke rektorat,menemui rekan – rekan advokesma dari EM pusat.

Disaat yang bersamaan, saya berfikir, bagaimana kira – kira bisa membantu si Reza untuk tetap bisa daftar ulang. Entah apa yang menggerakan saya, begitu saja saya merasakan ada sebuah ikatan dengan adek kelas yang bernama reza ini. Oh ya..ada mbak Sulih, mbak Yuli, mas Arifin,ukhti Ana,ukhti Atik, ukhti Eni yang kebetulan juga satu almamater dengan reza. Segera saja ku sms mereka semua.

“assalamu’alaikum..mbak, adek kelas antum ada yang diterima di UB, tapi kesulitan biaya daftar ulang..apa tidak ada bantuan dari jarma? Gak eman – eman tho? ”

Dan..respon pertama datang dari mbak sulih, kakak kelas jauh saya di UB, Cuma kami beda fakultas, saya di MIPA, dan mbak sulih memperoleh gelar S1nya di FIA, tepatnya administrasi publik, sehingga gelarnyapun adalah “S.Ap”.

Pembicaraan serius pun terjadi antara saya dan mbak sulih via telefon. Tentu saja pembicaraan ini berkisar tentang Reza. Dan alhamdulillah akhirnya, satu titik temu kami dapati, yaitu..bahwa si Reza harus tetap bisa masuk kuliah diBrawijaya. Entah bagaimana caranya. Jangan sampai, cita – cita menuntut ilmu itu kanda hanya gara – gara masalah finansial.

Setelah beberapa saat berbincang – bincang dengan teman – teman di advokesma, akhirnya saya mendapati syarat – syarat penundaan pembayaran itu. Segera saya ketik secara ringkas dalam format sms. Dan kemudian saya klik tombol send, mengarah kepada sebuah nomer yang saat itu masih saya beri nama “Re”. Oh ya..mbak Sulih juga meminta untuk dikirimkan syarat – syarat tersebut. Tentu saja dengan senang hati saya mengirimnya.

“iya mas..insya Allah saya segera melengkapi syarat – syarat ini, dan akan segera ke Malang, tapi belum tau kapan pastinya, mohon doanya mas,,” begitu sms yang kuterima dari Reza sesaat setelah kukirimkan syarat – syarat penundaan itu.

“Iya. Semangat ya dek..Allah itu Maha Kuasa, tidak ada yang bisa mencegah kuasanya jika Ia telah berkehendak..” begitu sms penyemangat yang kukirimkan padanya.

Menjelang sholat ashar, hp-ku kembali berdering. Kulihat ada nama “mbak Sulih PKS magetan’ yang berkedip – kedip dilayar hape-ku, tanda memanggil – manggil ingin berkomunikasi denganku. Segera kuraih, hape itu. Kembali pembicaraan kami berkisar tentang Reza, mulai dari kondisi keuangan keluarga Reza, pinjaman LMI yang tidak jadi bisa cair, Murobbi yang bertanggung jawab kepada halaqoh Reza semasa di SMA dulu, sampai kemungkinan terburuk jika penundaan itu tidak disetujui, mengingat ini sudah H-2 dari hari terakhir hari pendaftaraan ulang, dimana biasanya dalam keadaan normal butuh kurang lebih 3 hari – satu minggu untuk mengurusnya. Akhirnya beberapa opsipun kami pilih, Yang pertama, tetap ada pinjaman dari LMI sebesar 2,5 juta, dan dari “kemungkinan besar” mbak sulih 1.150.0000. Itu artinya sudah hamper setengah dari total biaya yang dibutuhkan. Masih kurang setengahnya lagi untuk bisa memenuhi total pembayaran 7 juta.

Hari menjelang magrib, datang sebuah sms dari Reza.
“Asw. Mas..in syarat – syaratnya masih ada yang kurang dan besok jam 9 baru bisa diambil dikantor desa. Bagaimana mas? Sabtu dan senin kantor tempat pembayaran sudah pasti tutup ya mas?”

“W3.ehm..ana carikan info dulu dek..sambil antum tetep ikhtiar mengusahakan terpenuhinya syarat – syarat tadi.”

Sayapun segera bergegas kembali ke-stan advokesma, menanyakan tentang info buka atau tutupnya kantor di hari sabtu dan senin yang kebetulan juga tanggal merah. Dan ternyata..stan advokesma pun sudah tutup. Saya berfikir sejenak. Oh ya..masih ada Pak Presiden EM yang kebetulan juga sebagai staff ahli saya di kastrat KAMMI Brawijaya.

“Asw. Mas..dirjen advokesma siapa ya? Ini ada maba yang perlu untuk diadvokasi”

“Wa’alaikumsalam..dirjen advokesma saudari astna pak kadept, ini nomernya 081 XXX XXX XXX ” begitu jawabnya dengan bercanda. Memang hubungan kami sangat aneh. Di kepengurusan EM, beliau adalah presiden saya, sedangakan saya hanya menempati posisi sebagai salah satu coordinator bidang KP. Tapi, di KAMMI , Saya adalah Kadept, dan beliau adalah staff ahli-nya. Aneh bukan,,,

Segera saya hubungi nama dan nomer yang sudah diberikan oleh Akh N. Aziz. Ah..ternyata nomer itu sedang tidak diaktifkan..sempat jengkel juga saya saat itu. Masa pejabat publik, nomer hapenya tidak aktif ? sesaat kemudian saya melayangkan protes kepada sang presiden. Dan jawabnya adalah :

“yang sabar dong akhi..kan tidak semua pengurus EM itu adalah orang – orang seperti antum. Banyak juga orang amah, seperti mbak astna ini salah satunya..jadi harap maklum, besok pagi saja coba dihubungi lagi. Mungkin sekarang beliau lagi kecapekan..” begitu nasehat dari Pak presiden, yang secara tak langsung meredam emosi saya saat itu.

Ba’da magrib segera kukirim sms kepada Reza.
“Asw. Akh..ini saya belum dapat kepastian. Yang jelas..antum tetap saja ikhtiar, dan kalau bisa, besok dini hari berangkat ke Malang, biar nanti paginya bisa ngurusi penundaan , insya Allah saya bantu. Syarat – syaratnya antum bawa dulu seadanya. Kan nanti juga bisa dikirim lewat fax.. ”

Sampai hampir jam 8 malam, tidak ada tanda – tanda ada balasan sms dari Reza. Apakah si Reza sudah patah arang ? oh tidak..jangan sampai. Segera saya berinisiatif, menghidupkan laptop kesayangan. Klik pidgin, ubah status “Ada seorang adek kelas dari magetan yang diterima di UB, tapi kekurangan biaya masuk. Ada yang mau bantu?”.

Untuk beberapa saat, saya biarkan pidgin itu. Segera kuraih Hape, dan kembali kuhubungi mbak sulih, untuk mendapatkan kepastian tentang siapa Reza ini dan lain – lain, untuk memastikan bahwa saya memang harus menolongnya. Sayang, karena IM3 memang sudah langganan eror, maka sms yang ke3pun tak sampai padaku dengan tepat waktu.

Segera kualihkan perhatianku ke layar monitor, ada Akh Maris, Mbak Sulis, dan Mbak Ageng yang sedang OL. Tanpa saya komando, ketika mereka membaca status-ku, segera secara berurutan mereka menanyakan tentang siapakah adek yang saya maksud itu ? Dan masya Allah..dari mereka saja. Sudah terkumpul uang 2,5 juta cash..yang sebenarnya bisa saja langsung ditransfer kerekening saya. Namun, karena saya memang sebisa mungkin menghindari akad utang piutang, maka saya menahan dulu keinginan mereka untuk mentransfer uang. Sambil menunggu kepastian kabar dari Magetan. Lalu, tak lama kemudian ada akh Sahid yang tiba – tiba nyeruduk tak tau darimana asalnya. Ya..saya katakana menyeruduk, karena akh sahid tiba – tiba saja memberondong saya dengan berbagai pertanyaan seputar statusku itu, dan dia dalam posisi invisible. Tentu saja hal ini membuat saya kaget. Karena ternyata..tanpa saya harus meminta – minta pun..tawaran bantuan itu dengan derasnya mengalir. Bahkan untuk akh sahid..beliau rela jika harus menggadaikan handycam-nya seandainya penundaan Reza ditolak dan harus membayar penuh..masya Allah..padahal mereka semua adalah manusia – manusia yang belum saling mengenal satu sama lain. Sungguh, hanya ikatan akidahlah yang membuat kami malam itu begitu tsiqoh dan tergerak hatinya untuk saling membantu.

Sampai hampir menjelang jam 22.30..saya masih asyik didepan layar monitor laptop. Menjelajah dunia maya. Berdiskusi mencari ilmu yang tak saya temui di buku – buku dektat di perpustakaan. Memang kebiasaanku, jika sudah didepan computer, bisa saja lupa waktu. Seperti malam itu, kalau saja akh edi tidak mengingatkan ku bahwa ini sudah menjelang tengah malam , dan kami harus segera pulang, jika tidak ingin terkunci di sekret SKI yang setiap hari menjadi markas kami untuk “menguasai dunia maya”. Akhirnya, tepat jam 23.30 saya dan akh edi (ketua SKI fakultas, sekaligus teman satu kamar yang sering saya pinjam nomer rekeningnya, karena tabungan saya di BRI belum ada ATMnya) tiba dirumah peradaban, begitu kami menyebut rumah kontrakan kami. Setelah sebelumnya membeli makanan, untuk dijadikan makan malam. Ya, makan malam. Karena memang siang itu kami sedang shaum sunnah senin kamis. Dan..tadi pagi tidak sempat sahur, jadi seandainya kami tidak makan malam, itu artinya dalam sehari hanya makan satu kali saat buka puasa. Ah..kami tidak ingin mendholimi tubuh karunia Allah ini. ..
---------to be continue--------

1 comment:

  1. ini dari akh andrik kan?
    'afwan. ana juga mengcopynya. tapi dengan nama-nama tokoh yang telah ana samarkan.

    ReplyDelete