Borong Aja Sendiri.. Pasti Orang Penasaran!!


Alkisah.. di sebuah tempat di Negeri Antah-Berantah. Seseorang yang seringkali muncul di media massa negeri itu sebagai pembicara, motivator, pebisnis dan konsultan kesejahteraan yang sukses dan tentu saja kaya-raya sedang melakukan rapat dengan timnya.

“Bagaimana penjualan buku yang saya tulis..” tanya si dia.

“Wah.. repot bos.. orang-orang pada belum tahu siapa bos.. jadi hasil penjualannya seret..” jelas staf marketing.

“Hasil penampilan di media-massa juga nggak terlalu terlihat hasilnya bos..” jelas staf humas.

“Buku-buku juga masih banyak numpuk di gudang-gudang toko buku yang punya jaringan nasional bos..” jelas staf sales.

“Kalian ini gimana sih.. kerja pada nggak becus.. masa jual buku saja susah..” hardik si dia dengan penuh kekesalan.

“Saya sudah susah payah membentuk personal branding kemana-mana. Belum lagi ngumpulin foto-foto bareng top-top motivator dan konsultan kelas dunia. Masa nggak ada yang mau beli buku saya..” gerutu si dia dengan kegeraman yang luar biasa.

“Masa buku yang penuh dengan cerita inspirasional, memberikan banyak tips cepat sukses dan kaya.. di negeri yang dipenuhi dengan para pemimpi yang ingin cepat kaya.. bisa kalah sama novel pop berbau Islam..” sambung si dia dengan kesal.

“Oke.. sekarang begini saja.. borong semua buku-buku karangan saya dari seluruh toko buku nasional.. terus buat press-release kalau buku-buku kita sudah habis terjual cetakan pertamanya dan layak dikategorikan sebagai best-seller.. nanti di cetakan keduanya dikasih cap best-seller yang lebih gede dibandingin judulnya..” perintah si dia kepada para stafnya.

“Terus untuk buku keduanya nanti bagaimana bos..” tanya staf marketingnya.

“Gampang.. nanti kita tawar-tawarkan ke beberapa orang yang loyal dan punya banyak hutang sama saya. Suruh mereka beli buku kedua sebelum tanggal rilisnya nanti. Pasti orang-orang pada heboh dan nungguin buat beli buku itu..” perintah si dia dengan semangat.

“Wahh.. si bos hebat yaa..” seru seluruh stafnya kompak.

Gara-Gara Bola


      

Anak laki-laki yang kecanduan sepak bola tentulah bukan barang ang aneh. Justru anak laki-laki yang sama sekali tidak tertarik dengan sepak bola harus siap menyandang predikat aneh dari masyarakat di sekitarnya. Sepak bola telah menjadi identitas gender tertentu walaupun sekarang, permainan ini telah umum dimainkan oleh perempuan. Lebih jauh lagi sepak bola telah menjadi bahasa universal selain musik. Dua orang yang sebelumnya belum saling mengenal bisa menjadi layaknya saudara apabila memiliki kesamaan dalam hal klub sepak bola mana yang difavoritkan. Fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

 Apabila di awal tadi saya sudah mengatakan bahwa anak laki-laki yang sama sekali tidak tertarik dengan sepak bola harus siap menyandang predikat aneh dari masyarakat di sekitarnya, maka saya sudah siap disebut aneh. Oleh karena alasan tertentu, saya tidak terlalu fanatik atau tergila-gila terhadap permainan berebut kulit bundar ini. Alasan yang sangat pribadi dan emosional sampai-sampai saya tak sanggup menceritakannya di sini.

 Jadilah diri saya seorang yang pasif apabila sedang berkumpul dengan teman-teman laki-laki saya. Padahal, saya adalah orang yang biasanya cerewet apabila sudah berbicara, terutama mengenai topik yang saya kuasai. Tetapi saat mereka berbicara mengenai bola, saya hanya bisa menjadi pendengar tanpa bisa berkomentar sedikitpun. Seperti yang sudah saya perkirakan sebelumnya, hal ini berdampak dengan cara saya berkomunikasi dengan mereka, yang pada akhirnya memberikan pengaruh buruk terhadap hubungan saya dengan mereka.

 Untungnya fenomena itu berhasil saya ketahui, walaupun sebenarnya agak terlambat. Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, saya melakukan perbaikan diri, tepat ketika saya menginjak dunia kampus. Caranya? Saya belajar tentang bola. Browsing di internet mengenai tim yang difavoritkan saat ini, top scorer tahun ini, profil tim sepak bola lokal, dan segala sesuatu tentang dunia bola. Hal itu semata-mata saya lakukan agar saya dapat menjalin komunikasi yang lebih baik dengan orang lain (terutama para penggemar sepak bola-yang merupakan komunitas terbesar dalam sejarah kehidupan manusia)

 Hal itu sangat berdampak positif. Komunikasi saya dengan teman-teman saya menjadi lebih baik. Kondisi tersebut turut memudahkan kami dalam mengakomodasi kebutuhan masing-masing (salah satu tujuan berkomunikasi adalah : memenuhi kebutuhan)

 Pengalaman saya tersebut dapat dijadikan contoh sederhana untuk menjelskan salah satu tradisi komunikasi yaitu tradisi fenomenologi. Dalam tradisi tersebut, diungkapkan bahwa inti fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Dalam contoh di atas, cukup jelas saya gambarkan bagaimana saya mengamati tradisi komunikasi yang berlaku di kalangan anak laki-laki dan kemudian menjadikannya pelajaran bagi cara saya berkomunikasi.

 Fenomenologi bisa juga disebut sebagai tradisi yang menolak teori. Tradisi ini lebih menekankan pada rasionalisme dan realitas budaya yang ada. Realitas dipandang lebih penting dan dominan daripada teori-teori melulu dan itulah salah satu hal yang membuat saya selalu bersemangat untuk lebih mendalaminya.