MENJADI PEMBELAJAR SEJATI





“tugas seumur hidup manusia adalah belajar"

- Reza Yoga ( 2010 ) -








Saya suka mengamati hal-hal yang ada di sekelililng saya, tapi jangan bayangkan saya adalah peneliti yang mendefinisikan berbagai fenomena melalui metodologi yang ilmiah. Saya hanya suka melihat, mengamati, dan mengambil kesimpulan saya sendiri tanpa ada kesan ilmiah sama sekali. Kebanyakan adalah hal yang kecil dan sepele. Saya suka mengamati bagaimana seorang sales rokok elektrik bisa membius teman-teman saya di UAKI (unit aktivitas islam di kampus yang seluruh anggotanya sepakat bahwa rokok itu haram)dengan retorikanya yang sangat persuasif, saya suka mengamati ibu pemulung yang selalu mengajak anaknya untuk memulung di areal kampus, dan hal kecil dan sepele yang lainnya.


Saya tidak tahu dengan anda, tapi saya belajar banyak dari hal-hal yang saya amati di atas. Dan prosesnya jauh lebih menyenangkan daripada hanya mendengarkan dosen di dalam kelas. Memang apa yang saya dapatkan bukanlah teori-teori seperti yang bisa saya dapatkan dari buku teori komunikasi atau buku teori sejenis lainnya, akan tetapi dari “proses pengamatan” yang saya lakukan, saya dapat langsung membandingkan antara teori yang biasanya sangat ideal dengan realita yang sifatnya lebih relatif.


Di banyak pelatihan motivasi yang saya ikuti, ada beberapa hal yang terus ditekankan berulang-ulang. Salah satunya adalah bahwa tugas seumur hidup manusia adalah belajar, dan proses pembelajaran dapat dilakukan di manapun dan kapanpun. Definisi belajar tidak dapat dibatasi oleh dinding-dinding sekolah dengan deretan meja dan kursinya. Pun tidak terbatas oleh lembaran-lembaran kertas rangkuman maupun buku diktat.


Belajar tidak terbatas oleh mata pelajaran, mata kuliah, maupun silabus-silabus pendidikan. Memaknai kehidupan juga merupakan sebuah proses pembelajaran, merenung tentang kehidupan juga merupakan sebuah proses pembelajaran. Dari proses tersebut kita akan mendapatkan pelajaran berharga yang tidak kita dapatkan selama di ruang kelas.


Belajar bukan hanya dominasi mata, telinga, otak dan “indera-indera fisik” yang lainnya. Belajar juga merupakan pekerjaan hati. Apalagi jika kita sedang belajar mengenai kehidupan, belajar tentang nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai spiritualitas. Ini sekaligus menjadi jawaban mengapa moral generasi muda Indonesia terus terpuruk, padahal pelajaran agama, moral, dan pendidikan kewarganegaraan menjadi mata pelajaran wajib bahkan hingga anda duduk di bangku kuliah. Jawabannya adalah, mereka (atau bisa jadi ‘kita’) tidak menggunakan hati untuk mempelajari nilai-nilai kemanusiaan yang diajarkan.


Saran singkat saya untuk anda yang ingin menjadi pembelajar sejati : gunakan hati anda untuk mempelajari lautan ilmu yang membentang di sekitar anda. Happy studying.

(JANGAN) TAKUT BERMIMPI



"kita sama sekali tidak punya hak untuk mengatakan bahwa orang yang mimpinya tidak terwujud adalah orang yang gagal"

- Reza Yoga (2010) -






Sekali lagi saya akan berbicara tentang mimpi. Tema favorit saya, karena selama ini dari situlah saya mendapat semangat untuk melanjutkan hidup saya walau sesulit apapun. Dari impian-impian tersebut, saya belajar untuk bertanggung jawab terhadap pilihan-pilihan saya. Dari impian-impian tersebut, saya belajar untuk menata langkah saya menuju masa depan yang saya impikan. Dari impian-impian itu pula saya belajar bahwa tak ada yang tak mungkin di dunia apabila Allah telah berkehendak.


Begitu banyak hal yang saya dapatkan dari proses membangun sebuah impian. Padahal, itu belum termasuk kepuasan saat impian kita berubah menjadi kenyataan. Apalagi saat kita mendapati ternyata, tercapainya impian kita turut memberikan kebahagiaan dan manfaat untuk orang lain.


Akan tetapi tak sedikit orang yang takut untuk bermimpi. Mereka memilih untuk menjalani hidupnya dengan mengalir bersama arus. Orang-orang semacam itu tak mau menghiasi hidup mereka dengan butir-butir rencana yang terangkai dalam untaian cita-cita. Apa yang ada di depan, mereka anggap sebagai takdir yang harus dijalani dengan lapang hati. Hal itu tidak salah. Akan tetapi saya sendiri lebih suka menganggap bahwa pada masa yang akan datang, kita sebagai manusia mempunyai hak untuk menghiasinya dengan rencana-rencana dan mimpi-mimpi.


Tentu saja hanya Allah yang berhak menentukan hasil akhir dari semua rencana kita tersebut.


Bermimpi itu begitu mudah. Gratis. Siapapun, di manapun, kapanpun, dalam kondisi apapun bisa bermimpi (ingat, yang saya maksud bukan bunga tidur). Akan tetapi masih banyak orang yang takut bermimpi. Dalam pandangan saya, apa yang mereka takutkan bukanlah obyek (mimpi) nya. Orang-orang yang mengaku takut bermimpi sebenarnya takut pada konsekuensi yang harus mereka jalankan dalam rangka mewujudkan mimpinya.


Mereka membenci proses yang harus mereka tempuh demi mewujudkan impian mereka. Mereka tidak mau melewati batas-batas kemampuan diri mereka. Mereka tidak mau menekan diri mereka. Mereka tidak tahu bahwa sebenarnya semua itu akan meningkatkan nilai mereka sebagai manusia, dan tentunya membawa mereka selangkah lebih dekat dengan mimpi mereka.


Masih ada faktor pendukung. Beberapa dari mereka mungkin takut dengan konsekuensi sosial dari proses bermimpi. Ketika mereka bermimpi, dan menceritakan mimpi mereka pada orang lain, mereka merasa bahwa mereka harus, maksud saya benar-benar HARUS dapat mewujudkan mimpi mereka dan mempertanggungjawabkan mimpinya pada orang lain. Selama mimpi mereka belum terwujud, mereka akan merasa bahwa mereka adalah orang paling gagal sedunia.


Padahal tidak. Sama sekali TIDAK ! well, paling tidak itu menurut saya. Semua orang berhak bermimpi, dan semua orang memiliki peluang untuk ‘gagal’. Sebenarnya saya tidak suka kata gagal. Saya lebih suka memakai ‘mimpinya tidak terwujud’. Mengapa ? karena saya menganggap bahwa tidak terwujudnya mimpi seseorang sama sekali tidak menandakan bahwa orang itu gagal. Ingat ! Manusia berencana, dan Allah yang menentukan.


Jadi, kita sama sekali tidak punya hak untuk mengatakan bahwa orang yang mimpinya tidak terwujud adalah orang yang gagal. Itu adalah bagian dari keputusan Allah. Itu adalah keputusan terbaik yang sudah seharusnya diterima oleh orang tersebut.


Apabila saya boleh member saran pada anda yang masih takut untuk bermimpi, Bermimpilah ! karena Allah akan memeluk mimpi anda dan juga akan memberikan keputusan yang terbaik bagi jalan hidup anda. Satu hal yang agak susah, tapi harus anda lakukan adalah berbaik prasangka terhadap segala apa yang Allah tentukan. Jangan pedulikan teriakan orang lain. Jangan terbebani orang lain. Jadikan orang-orang di sekitar anda sebagai bagian dari impian anda. Satu prinsip saya yang ingin saya bagi dengan anda : anda hanya perlu mempertanggungjawabkan mimpi anda terhadap Allah dan diri anda sendiri, bukan pada orang lain.

Hiatus, dan masa sesudahnya


"salah satu aktivitas kecil yang membuat perbedaan besar antara manusia dengan monyet adalah menulis"

- Reza Yoga (2010) -





Selamat berjumpa kembali dengan Reza Yoga. Sudah sebulan lebih saya kehilangan semangat untuk ngeblog. Pertama saya sedang sakit. Asam lambung saya berlebih hingga tidak ada makanan atau cairan yang dapat masuk melalui mulut saya. Akhirnya saya harus dirawat di rumah sakit selama 6 hari, plus bedrest selama 6 hari.


Bedrest, karena pada hari di mana saya memutuskan untuk pulang dari RS, kadar trombosit saya turun. Singkatnya, saya pulang dengan gejala Demam Berdarah di tubuh saya. Itulah mengapa saya harus bedrest selama 6 hari.


Yang kedua, saya lagi kering inspirasi. Tak ada semangat menulis. tak ada gairah untuk ngeblog. Males Online, dan lain sebagainya. Mbah jiwo (dalam blognya) mengatakan bahwa kondisi seperti yang saya alami disebut dengan kondisi Hiatus. Bahkan secara ekstrim, saya berniat membongkar rumah saya ini untuk segera pindah ke rumah (baca : blog) baru. Atau saya tutup aja rumah saya ini untuk selamanya.


Tapi tak ada satupun dari niatan-niatan tadi yang terlaksana. Buktinya, sekarang saya sedang asyik menginjak-injak keyboard komputer tempat saya bekerja dengan jari tangan saya. Well, sebenarnya Semuanya berawal dari curhatan seorang teman saya.


Sebut saja Bunga (mungkin sekitar 20 tahunan). Dia curhat pada saya bahwa ia Takut Untuk Bermimpi. Saya jadi tertarik untuk membuat tulisan mengenai keberanian untuk bermimpi. (setelah sebelumnya saya telah menceritakan salah satu mimpi ’besar’ saya). Pada saat itulah semangat menulis saya tumbuh kembali. Saya jadi ingat dengan impian-impian saya yang berkaitan dengan dunia tulis-menulis.


Well, saya tidak akan membahasnya lebih jauh di sini. Bukan bermaksud untuk menunda-nunda, tetapi lain kali sepertinya menjadi waktu yang lebih tepat untuk mem-posting tulisan tersebut. Yang jelas, ada satu hal yang menjadi pegangan saya saat ini : salah satu aktivitas kecil yang membuat perbedaan besar antara manusia dengan monyet adalah menulis.



Bahasa Wanita, Bahasa Spongesbob



"...cara berbicara wanita mirip dengan cara berbicara spongesbob " 

- Reza Yoga (2010) -








Nyalakan televisi anda pukul 6 pagi pada hari apa saja dan tonton chanel Global TV. Anda akan mendapati sebuah spons kuning yang beradu akting dengan bintang laut merah jambu. Terkadang anda akan menemui kepiting merah mata duitan, gurita berkaki 6 yang apatis, paus raksasa yang manja, ikan gembung frustasi, dan yang paling aneh, tupai berpakaian astronot yang hidup dalam dome kaca raksasa di bawah laut.


Acara yang akan anda saksikan bukanlah acara discovery channel yang bertema kehidupan bawah laut. Acara itu bahkan sangat jauh dari kesan ilmiah. Hewan-hewan yang saya sebutkan di atas juga bukan hewan asli, tetapi animasi. Tepat sekali ! anda sedang menyaksikan film kartun anak-anak (walaupun sebenarnya saya kurang setuju acara kurang mendidik semacam itu ditonton oleh anak-anak).


Di antara sekian sekian banyak tokoh, ada satu tokoh yang menyita perhatian saya. Spons kuning berdasi yang bernama spongesbob. Setelah saya perhatikan, cara spongesbob berbicara memiliki banyak kemiripan dengan cara berbicara wanita. Atau kalau boleh saya menyempurnakan pernyataan saya, cara berbicara wanita mirip dengan cara berbicara spongesbob.


Saya tidak sedang membahas intonasi, nada bicara, aksen, dan lain sebagainya. Yang saya maksudkan di sini, dalam berbicara, seorang wanita pada umumnya berbicara dalam dimensi hubungan, berbeda dengan laki-laki yang pada umumnya berbicara dalam dimensi isi.


Yang terpenting bagi para laki-laki dalam berkomunikasi adalah tersampaikannya isi. Gaya berkomunikasi mereka jauh dari basa-basi, dan to the point, langsung pada apa yang mereka ingin sampaikan. Sedangkan para wanita, berusaha mengelola hubungan yang terjalin saat berkomunikasi. Meraka (para wanita) akan berbasa-basi terlebih dahulu sebelum masuk ke inti pembicaraan, demi mejaga hubungan mereka (pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut).


Mereka sering berputar-putar terlebih dahulu sebelum masuk ke inti pembicaraan, karena bagi wanita, keharmonisan hubungan yang terjalin lebih penting, sedangkan tersampaikannya isi pesan yang mereka sampaikan menempati peringkat kedua setelahnya. Efeknya, wanita akan sering (saling) berbicara mengenai topik-topik yang menurut para lelaki merupakan topik yang tidak penting, seperti gossip, saling curhat, dan lain sebagainya.


Contoh yang lebih mudah untuk dipahami : dalam sebuah hubungan percintaan, wanita akan lebih banyak menuntut laki-laki untuk lebih sering mengucapkan I love you, lebih sering menanyakan kabar, lebih sering sms, dan lain sebagainya. Pertanyaan khusus para lelaki : pentingkah ?. beberapa laki-laki yang pernah saya tanyai mengenai masalah ini kompak menjawab : perasaan cinta dalam diri mereka lebih penting dari semua itu.


Itulah yang banyak saya lihat dari spongesbob. Dia selalu berbasa-basi, sering mengatakan hal-hal detil yang dianggap tidak penting oleh tokoh-tokoh ‘normal’ disekitarnya. Seperti mengucap salam kepada setiap orang di seluruh kotanya setiap pagi. Mengucapkan dan melakukan banyak hal yang dapat saya simpulkan dalam 4 kata - I love my neighbor - pada tetangganya. Hal detil, remeh, dan sering dianggap tidak penting (bahkan oleh kita).


Pada titik ini saya banyak menemukan kesamaan antara wanita dengan spongesbob. Tak berhenti sampai di situ, setelah saya amati, saya pun berbicara dalam bahasa spongesbob, lebih tepatnya dalam bahasa wanita. Hal itu baru saya sadari saat saya duduk di bangku kuliah. Tak ada yang salah dengan semua itu, paling tidak menurut saya.


Akan tetapi hal tersebut cukup menjadikan saya spongesbob (baca : aneh) di mata teman-teman saya. Tak jarang mereka menganggap saya berlebihan dan sering suka berbasa-basi.


Saya baru menemui kesulitan sebenarnya ketika hendak menentukan tokoh apa yang tepat untuk menganalogikan gaya berbicara yang umumnya dipakai para lelaki. Mungkin anda tahu ? Tell me !




Siapa Nama Anda ?




Salah satu tabiat dasar manusia adalah member label pada apapun yang mereka temui

- Reza Yoga (2010)-







“Apalah artinya sebuah nama”. Bagi saya itu adalah ungkapan paling populer di muka bumi. Hampir semua orang di dunia ini mengetahui ungkapan itu. Di Indonesia, kepopuleran ungkapan tersebut setara dengan ungkapan : nama adalah do’a. Tak ada yang salah dengan ungkapan-ungkapan tersebut, dan saya memang tak bermaksud menyalahkan ungkapan tersebut, baik dari segi bahasa maupun dari segi makna.


Yang jelas, kedua ungkapan terpopuler versi saya tersebut sama-sama mengandung dua unsur utama, yaitu nama. Sebegitu penting kah sebuah nama ? well, jangan tanyakan itu pada saya, karena pertanyaan tersebut telah masuk “daftar pertanyaan tidak penting” versi saya.


Saya adalah salah satu orang yang menganggap nama itu penting. Bahkan sangat penting. Coba saja pikir : mengapa “nama” menjadi data pertama yang harus kita isikan dalam setiap formulir, maupun lembar isian data diri lain ? atau mengapa pengarang anonim (tanpa nama) tidak boleh dijadikan rujukan dalam menyusun tulisan ilmiah ?


Salah satu tabiat dasar manusia adalah member label pada apapun yang mereka temui. Dalam tulisan ini, saya menganggap nama termasuk dalam label-label tersebut. Label tersebut digunakan manusia untuk mempermudah komunikasi.


Sebagai contoh : manusia memberi label “kursi” pada benda yang biasa kita gunakan untuk duduk. Sayangnya kursi memiliki berbagai macam variasi, baik dari bentuk, bahan, maupun fitur yang melekat padanya. Akhirnya muncullah label-label berbeda yang memiliki makna umum yaitu tempat duduk.


Sebut saja dingklik (bahasa jawa) - sebutan untuk kursi kecil yang tingginya hanya +/- 30 cm, lincak(bahasa jawa) - sebutan untuk kursi panjang yang biasa dipakai untuk rebahan, kursi - untuk menyebut kursi standar pada umumnya, bangku - yang biasa digunakan untuk menyebut kursi yang dipakai di sekolah.


Begitu pula label yang digunakan manusia. Keberagaman manusia yang sangat komplek mendorong manusia memberikan nama yang unik sebagai identitas yang membedakan manusia satu sama lain. Entah mendapat pengaruh dari siapa, manusia menuangkan harapan-harapan mereka melalui label (baca : nama) yang akan diberikan pada si penyandang nama.


Mulai dari ayu yang berarti cantik, bagus yang berarti tampan, Michael agar ia seperti malaikat (mikail), dan masih banyak lagi. Tapi tak sedikit juga yang memiliki pemikiran bahwa kita tak harus selalu mengikuti trend masyarakat (menuangkan harapan kita terhadap anak melalui nama). Sebut saja melly goeslaw yang member nama “anakmu lelaki hoed” kepada putra pertamanya.


Saya tidak berusaha mengatakan hal itu bemar atau salah. Akan tetapi hal itu jelas bertentangan dengan pemikiran saya. Bagi saya, esensi yang dimiliki sebuah nama tidak terbatas pada esensi eksplisit saja, yaitu sebagai alat pembeda yang memudahkan kita untuk membedakan dan mengenali orang lain di dunia. Nama juga memiliki esensi implisit.


Nama menjadi salah satu do’a orang tua yang diberikan pada putra/putrinya. Nama mengandung esensi penghargaan terhadap diri, penguat identitas / jati diri, bahkan bagi beberapa orang, nama dapat meningkatkan harga diri dan menjadi simbol yang prestisius (contoh : gelar Raden).


Saya sendiri lebih suka apabila orang menunjukkan namanya dengan baik. Sehingga saya bisa menghormatinya dengan lebih baik dengan cara memanggil nama kesukaannya. Menghargai wilayah pribadinya dengan memberikan pengakuan terhadap eksistensi ke-aku-annya.


Jadi, beritahukan nama anda kepada saya dengan baik, karena saya ingin menghargai anda.




Saya Akui Saya Bersalah


Dengan meminta maaf, anda tidak akan menjadi rendah, dan dengan memaafkan, anda baru saja memastikan bahwa anda adalah orang yang besar

- Reza Yoga (2010) -






Manusia adalah tempat khilaf, dosa, lupa, dan hal-hal lain yang saya rangkum dengan satu kata : kesalahan. Tak ada yang dapat menyangkal hal tersebut. Andapun tidak. Kecuali anda memang orang yang tidak pernah berbuat kesalahan (tapi sekali lagi, saya rasa itu mustahil terjadi). Allah juga telah mengatakan pada kita bahwa hanya Allah lah Yang Maha Sempurna. Dan karena salah satu sifat Allah adalah berbeda dengan makhluk-NYA, maka sudah jelas bahwa tidak ada satupun manusia ini yang memiliki sifat ‘sempurna’ seperti yang dimiliki Allah. Kecuali apabila anda tidak percaya pada Allah !


Sudahlah, saya tidak akan membahasnya lebih panjang lagi. Karena tahu betul bahwa tanpa saya jelaskan panjang lebar, kita semua telah memiliki satu suara : tak ada manusia yang tidak pernah salah. Saya adalah manusia (saya rasa ini bukan sebuah pengakuan yang mencengangkan). Oleh karena itu saya juga memiliki peluang yang sama dengan manusia yang lain termasuk anda untuk melakukan kesalahan.


Tidak usah terlalu jauh. Beberapa hari yang lalu saya telah membuat kesalahan besar yang membuat beberapa orang menjadi kerepotan karena ulah saya. Sebenarnya semua bermula dari ketidaktahuan saya, ditambah sikap saya yang seringkali tidak sabaran, asal tembak, kata orang tua jaman dulu : grusa-grusu. Akibatnya fatal. Hubungan kami (orang-orang yang saya libatkan dalam masalah ini) memburuk, konflik meluas, bahkan sampai menyangkut organisasi/kelompok yang lebih besar, dan sayalah yang bersalah atas semua itu. Benar-benar diluar kontrol saya.


Ini bukan kali pertama saya melakukan kesalahan. Banyak sekali orang yang telah menjadi korban kesalahan saya. Terlalu banyak mungkin. Saya ingat kata-kata teman saya : ada salah, ada marah. Itulah yang selalu terjadi. Sekarang pun juga demikian. Seolah-olah seluruh dunia ikut memarahi saya karena kesalahan yang saya lakukan. Mungkin anda mengatakan saya lebay, berlebihan, tapi itu yang benar-benar saya rasakan sekarang. Saya tidak dapat berkonsentrasi saat ujian, bekerja, dan saat melakukan aktivitas lain, karena saya dihantui perasaan bahwa di suatu tempat di dunia ini, ada seseorang yang sedang mendoakan keburukan (melalui kemarahannya) untuk saya.


Saat ada orang yang marah atau menjadi tidak suka dengan diri saya karena kesalahan yang saya perbuat, saya bersedia melakukan apapun untuk meminta maaf. Ada hadist yang menyebutkan bahwa “marah itu dari setan,dan setan itu dari api”. Saya tidak mau menjadi ‘setan’ hanya karena perbuatan (salah) saya telah memancing kemarahan orang lain.


Tapi saya yakin, saat ada salah, ada amarah, pasti masih ada maaf. Apalagi kalau kita kembali pada konsep manusia sebagai makhluk yang memiliki peluang besar untuk salah. Memang keterlaluan jika kesalahan yang sama terus berulang tanpa adanya introspeksi diri. Akan tetapi apabila itu adalah kesalahan yang belum pernah ia buat sebelumnya, dan kesalahan yang baru saja ia perbuat menjadi pelajaran baginya untuk tidak mengulang kesalahan yang sama, sangatlah mulia apabila kita memberikan peluang akan adanya kesempatan kedua.


Dengan meminta maaf, anda tidak akan menjadi rendah, dan dengan memaafkan, anda baru saja memastikan bahwa anda adalah orang yang besar. Oleh karena itu, selagi Allah masih mengulur tali usia ini, saya ingin mengucapkan maaf pada semua orang yang secara sengaja atau tidak telah saya dzalimi. semoga Allah memberikan kelapangan pada hati masing-masing dari kita untuk saling tabayyun, saling memaafkan dan saling berhusnudzan terhadap orang lain.


Sekali lagi maafkanlah saya, karena saya manusia.






Sahabat Yang Hilang

Sahabat adalah orang yang muncul pertama kali di benak anda saat anda mengalami kesulitan. 


- Reza Yoga (2010) -





Tak perlu saya tanyakan lagi, anda semua pasti punya sahabat. Begitu pula saya. Saya memliki beberapa sahabat. Sahabat semenjak SD, SMP, SMA, Kuliah, dan lainnya. Bahkan saya yakin di antara anda ada yang menjadikan benda mati sebagai sahabat. Mulai dari boneka, buku harian, Handphone, bahkan bisa juga Komputer yang ada di hadapan anda saat ini telah lama menjadi sahabat anda.


Jangan membayangkan sahabat saya jumlahnya ada ribuan. Saya termasuk orang yang tidak pandai mencari teman. Saya orang yang sangat membosankan. Jadi jangan heran, saya bisa duduk-duduk selama 20 menit bersama teman saya tanpa berbicara sedikitpun. Paling tidak saat ini saya sedang berusaha unturned menjadi orang yang lebih talkactive. Oleh karena saya hanya punya sedikit sahabat, sekalinya saya 'nyambung' dengan seseorang, saya tak akan pernah mau melepaskannya.


Well, saya tak mau pusing memikirkan apa definisi sahabat, apakah ia berbeda dengan 'teman', bagaimana huungannya dengan cinta, dan hal-hal lain seperti yang dibahas di kelas mata kuliah “Komunikasi Antar Personal”. Hal yang ingin saya ceritakan di sini hanyalah : saya memiliki sahabat baik, dan sekarang ia telah hilang !


Dia seorang laki-laki, namanya Rizky Andreawan Wibowo (saya bahkan lupa bagaimana mengeja namanya). Kami pertama kali bertemu 13 tahun yang lalu, saat saya masih duduk di bangku kelas 1 SD. Saya ingat betul pada awalnya kami belum saling mengenal, hingga akhirnya kami sadar bahwa kami memiliki banyak persamaan di berbagai hal yang menjadi modal yang bagus untuk persahabatan kami.


Tubuhnya sedikit lebih tinggi dari tinggi badanku. Matanya sipit saat ia tersenyum. Lesung pipit terukir di pipinya. Rambutnya hitam lurus sedikit berombak.


Rumah kami saling berjauhan., tapi kami sering melakukan banyak hal bersama. Sekolah, bermain, mandi di sungai, mencari buah liar, dan banyak hal menyenangkan lainnya. Satu hal penting yang baru saya sadari saat ini, ia adalah teman yang telah menyadarkan saya untuk membuka diri terhadap pergaulan. Mencari lebih banyak teman, menjalin hubungan yang lebih akrab dengan orang lain.


Hingga suatu hari saat kami bermain di halaman rumahnya, dia berkata pada saya bahwa ia akan pindah ke Kota Malang dan melanjutkan studi di sana. Awalnya saya diminta untuk merahasiakan kabar tesebut. Saat semua teman kami mengetahuinya, kesedihan luar biasa langsung melanda kami. Bagi kami yang masih duduk di bangku kelas 4 SD, kata perpisahan terdengar sangat mengerikan.


Kami pun berpisah. Mulanya saya masih bisa sering berhubungan dengannya melalui alamat dan nomor telepon yang ia tinggalkan dalam secarik kertas untuk saya. Suatu hari kertas itu hilang, dan semenjak hari itu juga dia bagai lenyap dari kehidupan saya. Hingga saat ini.


Semenjak saya kuliah di Malang, keinginan untuk bertemu dengan dirinya makin kuat. Saya ingat (walaupun samar-samar) bahwa ia dulu ia tinggal di daerah Lowokwaru, dan di daerah itulah saya tinggal sekarang. Memang rasanya hampir mustahil untuk menemukannya. Akan tetapi selama ia masih hidup, saya tak akan pernah putus harapan untuk bertemu dengannya.


Kalaupun ia telah meninggal, semoga Allah memberikan hidayah pada kami sehingga kami dapat betemu di surga kelak.


Mengulang indahnya surga kecil kami belasan tahun yang lalu.