CANGKIR YANG CANTIK




Ujian hidup akan membuat kita menjadi manusia yang lebih cantik dan memancarkan Kemuliaan-Nya
-Reza Yoga (2011)-






Suatu ketika ‘hiduplah’ seonggok tanah liat. Ia begitu menyesali keadaan dirinya yang hidup di lingkungan yang sangat kotor. Tak menunggu waktu yang lama hingga sepasang pengrajin mengangkatnya dan menaruhnya di atas sebuah roda yang berputar. Kemudian pengrajin tersebut mulai memutar-mutar roda tersebut hingga tanah liat tersebut merasa pusing. Tak berhenti sampai di situ, pengrajin tersebut mulai memukul-mukul tanah liat itu hingga ia mengerang kesakitan.

Tanpa peduli dengan teriakan tersebut, pengrajin tersebut malah menaruhnya dalam sebuah perapian yang panasnya luar biasa. Tak ada yang bisa dilakukan oleh tanah liat tersebut selain menjerit kepanasan dan mengutuk si pengrajin. Saat ia dikeluarkan dari perapian, ia sempat mengira bahwa semua penderitaannya telah usai. Tapi ia salah. Kini ia berpindah ke tangan seorang wanita yang melumurinya dengan cat yang berbau sangat tidak enak. Dan terakhir, wanita tersebut memasukkannya kembali pada perapian yang lebih panas dari sebelumnya.

Setelah puas ‘menyiksa’ tanah liat tersebut, para pengrajin kini membiarkannya benar-benar dingin sambil meletakkannya di sebuah etalase kaca yang berhias cermin-cermin kecil. Di tempatnya yang baru tanah liat tersebut terperanjat kaget. Ia hampir tidak mengenali bayangan dirinya sendiri yang terpantul di cermin. Yang tampak di cermin bukanlah seonggok tanah liat, melainkan sebuah cangkir cantik yang bercat warna-warni. Indah sekali hingga membuatnya tak sanggup berkata-kata.

Cerita ini saya dapatkan saat saya mengikuti kegiatan Mentoring keagamaan yang saya ikuti di sekolah saya semasa SMA dulu. Cerita ini pula yang akhirnya menampar saya hingga saya tersadar dan bisa memahami mengapa Tuhan memberikan kehidupan yang berat untuk saya. Tak banyak yang tahu bahwa takdir memaksa saya untuk mengambil alih tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga bersama ibu saya saat usia saya baru 15 tahun.

Tak banyak yang tahu bahwa saya harus bangun jam 2 pagi untuk membuat kue yang akan saya jual ke kantin-kantin sekolah untuk biaya sekolah saya. Tak banyak yang tahu bahwa kami sekeluarga pernah hanya memiliki dua potong singkong unuk jatah makan seluruh anggota keluarga selama sehari. Pahit, dan itu memberikan saya alasan untuk membenci Tuhan, menganggapnya hanya mempermainkan saya dalam kehidupan yang sudah diatur-Nya ini. Memaksa saya untuk mengutuk Tuhan setiap kali bangun dari tidur di pagi hari.

Saya kemudian sadar bahwa seperti itulah cara Tuhan membentuk kita. Ujian hidup akan membuat kita menjadi manusia yang lebih cantik dan memancarkan Kemuliaan-Nya. Cobaan tersebut memberikan kita ruang yang cukup untuk mempersiapkan diri dalam rangka menghadapi cobaan yang lebih besar. Inilah yang nantinya akan membedakan nilai masing-masing manusia.

Kini saya yakin bahwa kejadian dan pengalaman masa lalu saya lah yang akan menjadi bekal saya dalam mengarungi hidup saya ke depan. Pengalaman-pengalaman luar biasa itulah yang menjadi pembeda antara diri saya dan orang lain. Dan jika saya bisa memaknainya dengan bijak, saya yakin hal itu bisa menjadi pemberat amal kebaikan saya di pengadilan-Nya nanti.

Jadi jika Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan berkecil hati, karena sesungguhnya Tuhan sedang membentuk kita. Pasti pahit, pasti sakit, namun jika semua proses itu usai, anda akan sadar betapa cantiknya Tuhan membentuk Anda.

Tips Mendapatkan Pria Idaman ( Khusus Wanita )

Pria seperti apa yang akan anda dapatkan nanti bergantung pada apa yang anda ‘lebihkan’ saat ini
-Reza Yoga (2011)-





Ada kalimat yang paling saya suka dalam perjalanan pulang kampung dua hari kemarin. Kalimat itu berbunyi : “tugas seorang wanita bukan mencari lelaki yang terbaik, tapi membuat dirinya dipilih oleh lelaki yang terbaik”. Ya, anda para wanita tak perlu sibuk membuat daftar kriteria pria terbaik versi anda.

Anda hanya cukup membuat diri anda menarik di hadapan lelaki-lelaki hebat. Kenapa seperti itu ? orang hebat pasti memiliki standar yang ‘hebat’ pula. Jika anda dipilih oleh orang yang hebat, itu berarti anda telah memenuhi hebatnya standar orang tersebut.

Akan saya beritahu satu rahasia yang bahkan pria pun seringkali tidak sadar akan hal ini. Untuk mendapatkan seorang pria, cara yang benar bukanlah dengan mengejar-ngejarnya dengan agresif. Cukup buat diri anda menarik dihadapannya dan dia akan berbalik mengejar-ngejar apa yang menarik baginya (wanita).

Hal yang perlu kita perjelas sekarang adalah : apa saja yang bisa menarik perhatian seorang pria ? di sinilah poin menariknya. Pria seperti apa yang akan anda dapatkan nanti bergantung pada apa yang anda ‘lebihkan’ saat ini. Jika anda melebihkan poin kelembutan anda, maka anda akan mendapatkan pria yang suka pada wanita yang lembut.

Jika anda melebihkan poin kecantikan fisik, maka anda akan mendapatkan pria yang suka pada tampilan fisik anda, dan jika anda melebihkan poin spiritualitas (baca : ke-shalihah-an) maka anda akan mendapatkan lelaki yang menekankan ketertarikannya pada spiritualitas.

Selanjutnya masih kembali lagi pada anda para wanita. Mari kita ambil satu contoh, Jika pria hebat dalam kriteria anda adalah pria yang memiliki manajemen hidup yang baik, maka anda harus tahu apa saja yang menarik di matanya, tentu saja bukan kesemrawutan maupun ketidak-teraturan hidup. Oleh karena itu anda harus menjadi wanita yang teratur hidupnya untuk mendapatkan pria itu sepenuhnya.

Mulai dari sini saya jadi tidak khawatir dengan konsep jodoh saya di masa yang akan datang. Anda tahu kenapa ? saya memiliki keyakinan bahwa hukum yang sama juga berlaku terhadap pria. Jika saya ingin mendapatkan jodoh terbaik, maka yang saya lakukan cukup dengan membuat diri saya menjadi pribadi yang lebih baik. Maka keyakinan saya akan konsep jodoh ini akan indah pada waktunya.

INGIN CEPAT KAYA (?)







Tuhan selalu menurunkan rezeki melalui makhluk hidup lain
-Reza Yoga (2011)-






Siang itu terjadi sebuah obrolan yang ringan antara saya dengan bos saya. Pembicaraan ringan namun membekas sampai sekarang. Kala itu kami berdiskusi tentang rezeki. Ada satu kalimat yang tidak bisa diterima akal saya saat itu. Bos saya mengatakan bahwa harta terakhir yang kita miliki adalah hak saudara kita. Misalkan jika pada akhir bulan gajian ini uang saya tinggal lima ribu rupiah, maka gunakan uang terakhir tersebut untuk memenuhi kebutuhan saudara kita yang lain.

Awalnya saya menganggap bahwa konsep tersebut adalah konsep rezeki terlucu yang pernah saya dengar. Bahkan cenderung ke tindakan yang bodoh. Sama seperti ketika saya mendengar sebuah hadits bahwa silaturahim dapat menambah rezeki. Saya menganggap bahwa konsep-konsep tersebut kurang utuh. Akan tetapi saya baru menyadari bahwa konsep tersebut sangat masuk akal. Syaratnya adalah kita harus meyakini terlebih dahulu bahwa hidup kita di dunia ini diatur sepenuhnya oleh Tuhan.

Renungkan, yang menurunkan rezeki adalah Tuhan. Tetapi Tuhan tidak pernah menurunkan rezekinya dengan cara yang tidak dapat dinalar oleh manusia, misal dengan menurunkan hujan uang dari langit. Lalu bagaimana cara Tuhan menurunkan rezekinya ? coba amati di sekitar anda, perhatikan bahwa Tuhan selalu menurunkan rezeki melalui makhluk hidup lain.

Kita bisa makan nasi karena ada petani yang menanamnya. Kita dapat gaji dari pimpinan di perusahaan tempat kita bekerja, pedagang mendapat uang dari pembeli dagangan mereka. Semua aliran rezeki kita diatur dengan sangat rapi dan selalu sampai ke tangan kita melalui tangan orang lain. Lalu mari kita perhatikan lagi, saya akan mengambil contoh seorang pedagang.

Apakah seorang pedagang akan mendapat jumlah pembeli dan jumlah uang yang sama setiap harinya ? tidak kan. Dalam bahasa marketing semua bergantung pada kepuasan pelanggan. Apabila pedagang berhasil membuat pembeli senang dengan dagangan dan warung mereka (atau bahkan senang pada penjualnya) maka ia akan menghasilkan lebih banyak uang. Begitu pula berjalan sebaliknya. Jika ia berlaku tidak menyenangkan terhadap pelanggannya, maka pelanggan tersebut akan meninggalkannya untuk mencari pedagang yang lebih bisa menyenangkan hatinya.

Jadi ramah pada orang lain, bersikap manis pada orang lain, berbuat baik pada orang lain, sebenarnya akan membuka pintu-pintu rezeki kita. Saya ingat perkataan seorang trainer : Senangnya Orang adalah pertanda senangnya Tuhan. Jika orang lain senang pada kita, maka itu adalah pertanda bahwa Tuhan juga menyukai kita. Jika sudah senang apa yang terjadi ? tidak usah bingung, bayangkan saja jika bos di tempat kerja senang dengan anda, maka akan ada lebih banyak bonus, akan ada kenaikan jabatan dan lain-lain.

Kayakan orang lain jika anda ingin kaya. Sukseskan orang lain jika anda ingin sukses. Tapi jangan coba-coba untuk menghancurkan seseorang jika anda sendiri tak ingin hancur.


Murrabi' Pertama



Penting bagi seorang manusia untuk tampil jujur apa adanya tanpa berusaha menutupi dirinya yang sebenarnya
-Reza Yoga (2011)-



Semuanya terjadi di masjid sekolah saat saya masih duduk di bangku SMA. Saat itu saya masih kelas satu :  culun, polos dan lugu. Walaupun saya selalu menganggap bahwa diri saya dewasa sebelum waktunya, tetapi kesan tersebut tak akan pernah bisa lepas dari siswa baru seperti saya. Bukan hanya saya, tapi semua siswa baru di seluruh penjuru dunia.


Entah siapa yang pertama kali mengajak, tapi akhirnya saya memutuskan untuk bergabung dalam ekstra kurikuler keagamaan di sekolah saya. Saya tidak yakin bahwa niatan saya bergabung dalam ekstra kurikuler tersebut adalah benar-benar dalam rangka memperbaiki diri. Akan tetapi bagaimanapun saya tetap memutuskan untuk bergabung dan hadir dalam pertemuan pertama.

Saya ingat betul pada pertemuan pertama tersebut, kami diajak untuk mengikuti sebuah mentoring keagamaan dalam sebuah small group dengan mendatangkan seorang alumni sebagai pembimbingnya. Saya membayangkan pertemuan siang itu akan menjadi sebuah pertemuan yang membosankan. Duduk terkantuk-kantuk sambil mendengarkan alunan ceramah agama yang sayup-sayup tertiup angin.

Apa yang terjadi selanjutnya membuat saya terkejut. Alumni yang datang untuk membimbing kami adalah seorang pemuda berusia tanggung, jauh dari bayangan kami sebelumnya. Sebelumnya kami menyangka bahwa yang akan datang membimbing kami adalah pria tua berpeci dengan kacamata dan jenggot yang sudah memutih.

Pria itu datang dengan dandanan yang rapi, membawa sebuah tas, memakai sandal dan tampil dengan sangat santai. Selanjutnya, saat ia menyampaikan materi, ia menyampaikan dengan sangat rileks. Tidak seperti gaya bicara seorang ustadz yang terstruktur, seringkali beliau berbicara terbata-bata, salah menggunakan istilah dan beberapa kali lupa ayat. Untuk membuat suasana menjadi santai dan lebih ‘muda’, ia kerap menyisipkan kata-kata gaul dan beberapa kosakata dalam bahasa Inggris.

Bagi saya terdengar sangat lucu. Bagaimana tidak, pengucapan yang belepotan, struktur yang salah kaprah sudah memberikan cukup alasan bagi saya untuk menertawakannya. Tetapi yang paling membuat saya tidak tahan adalah ekspresinya yang benar-benar ‘tanpa dosa’ ! seringkali ia tak tahu bahwa ia mengucapkan kata yang salah, dan saat ia menyadarinya, ia menertawakan kesalahannya.

Bagi saya selalu ada sisi positif. Cara penyampaiannya yang gaul dan santai membuat materi agam yang biasanya susah dicerna menjadi gampang untuk dijangkau. Selain itu saya juga belajar mengenai sebuah hal yang akhirnya menjadikan saya seperti saya yang sekarang. Dari beliau, saya belajar untuk membawakan dan menampilkan diri saya apa adanya.

Hidup sebagai seniman panggung membuat saya seringkali jaga image dan tampil seperti apa yang orang lain harapkan. Akhirnya saya menyadari bahwa penting bagi seorang manusia untuk tampil jujur apa adanya tanpa berusaha menutupi dirinya yang sebenarnya. saya harus menjadi manusia yang lebih jujur pada diri saya sendiri. Menerima segala kelebihan, kekurangan dan masa lalu saya, serta menampilkannya secara jujur pada orang-orang yang ada di sekitar saya.


Bukan Makna syahadatain, bukan Ma’rifatullah, tapi jujur pada diri saya sendiri. Itulah yang pertama kali saya pelajari dari Murabbi’ (Baca : pembina)pertama saya, Murabbi’ yang kini saya rindukan kehadirannya.




WE ARE ONE



Kita harus bersatu seperti sebuah organisme tunggal dan organisme tunggal yang memusuhi dirinya sendiri akan menemui kehancuran.

 - RezaYoga (2011) -



Manusia terlahir sama di dunia. Kita sama-sama telanjang saat lahir. Kita sama-sama terlahir tanpa dosa sedikit pun. Selanjutnya kita belajar mengenai semua hal tentang hidup kita. Kita mempelajari kebaikan dan keburukan pada diri kita. Kita mempelajari kesuksesan dan kegagalan dalam hidup kita. Proses dan hasil belajar itulah yang menjadikan kita tidak sama.

Latar belakang budaya, didikan orang tua, dan pengaruh lingkungan sekitar membuat perbedaan tersebut semakin jelas. Ragam budaya, sifat dan karakteristik lingkungan menjadikan perbedaan yang ada pada seorang individu menjadi semakin detil dan kompleks. Kemudian sampailah kita pada sebuah pemikiran bahwa tak ada manusia yang sama di dunia, sekalipun mereka kembar identik.

Sayang sekali, masyarakat kita telah dididik untuk mengangung-agungkan perbedaan antar individu. Saat kita melihat pada seseorang, yang terlihat hanyalah bahwa ia lebih bodoh, ia lebih cantik, ia lebih sukses dan realitas semu lainnya. Secara tidak sadar kita telah membangun dimensi-dimensi pemisah antara diri kita dengan orang lain. Kita mengkategorikan orang lain berdasarkan dimensi tersebut, kemudian kita memperlakukannya sedemikian rupa.

Apa dampaknya ? kita akan melihat orang lain sebagai bagian yang sama sekali terpisah dari diri kita dengan berbagai cara untuk membedakan mereka satu sama lain. Idealnya, kita harus bisa memerankan sebuah karakter dramatis di mana kita menempatkan orang lain sejajar dengan diri kita. Kita harus bisa menempatkan mereka pada dimensi yang sama dengan diri kita.

Saya tidak berusaha mempengaruhi anda untuk menafikkan bahwa terdapat perbedaan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Saya hanya ingin mengajak anda untuk tidak hanya fokus pada perbedaan yang ada. Saya ingin mengajak anda semua untuk berfikir tentang betapa banyak kesamaan yang kita miliki sehingga itu cukup menjadi alasan bagi kita untuk saling menghargai, menyayangi, dan tidak saling membedakan dengan cara yang tidak adil satu sama lain.

Jika kita hanya fokus pada perbedaan yang menjurang di antara kita, maka kita akan terbawa pada sebuah situasi kesenjangan. Apabila kesenjangan tersebut bertemu dengan pola pikir negatif, yang muncul selanjutnya adalah rasa saling iri, persaingan tak sehat, dan akhirnya : perpecahan.

Padahal selama ini telah terbukti bahwa perpecahan hanya akan membawa kita pada lembah kehancuran dan kegagalan, sedangkan persatuan akan membimbing kita meraih keberhasilan dan gemilangnya kemenangan. Lihat saja bagaimana Indonesia mencapai kemerdekaan. Tentu saja kemerdekaan itu didapat setelah kita bersatu, nukan setelah kita berpecah-belah.

Mari kita coba untuk menerapkan logika tersebut pada kehidupan bermasyarakat. Jika kita ingin menjadikan masyarakat ini madani, kita harus memulainya dari persatuan. Salah satu usaha untuk menyatukannya adalah dengan menyadarkan setiap anggota masyarakat bahwa mereka merupakan sebuah kesatuan. Kita harus bersatu seperti sebuah organisme tunggal dan organisme tunggal yang memusuhi dirinya sendiri akan menemui kehancuran.

Dalam sebuah organisme, jika salah satu organ merasa sakit, maka organ yang lain juga ikut merasakannya. Jika ada anggota masyarakat yang sedang mempunyai masalah, maka yang lain pun akan dengan ikhlas menolongnya. Tak ada lagi keraguan karena setiap orang tak melihat orang lain sebagai suatu bagian yang terpisah dari dirinya.

Lalu apa untungnya untuk diri kita ? jika kita bisa lebih bijak memandang sebuah perbedaan, kita akan lebih mudah menerima kenyataan yang terjadi pada diri kita. Kita akan lebih mudah melihat dan mensyukuri segala hal yang telah dianugrahkan pada kehidupan kita. Tak ada lagi keinginan tamak untuk menjadikan orang lain lebih hina. Diri kita akan segera menjauh dari sebuah kata yang paling tidak ingin saya miliki : sombong.

Jadi mulai sekarang, mari kita menjunjung tinggi keragaman, dengan tidak menjadikan perbedaan sebagai porsi utama. Agar kita dijauhkan dari kesombongan, dan diliputi rasa syukur yang melimpah, menuju sebuah keharmonisan hidup yang kita idamkan.

Break The Wall Down


Apa yang kita inginkan berbanding lurus dengan usaha dan pengorbanan yang harus kita keluarkan


-Reza Yoga (2010)-



Pernahkah anda merasa sangat menginginkan sesuatu, tetapi anda tidak kunjung mendapatkannya ? atau selalu mendapat halangan ketika anda berusaha meraih sesuatu ? kalau anda pernah mengalami kejadian tersebut, saya malah sering. Kalau sudah begitu siapa yang biasanya kita salahkan atas kegagalan yang terjadi ? siapa yang kita salahkan atas munculnya hambatan di tengah usaha kita dalam meraih impian kita ? Tuhan. 

Saya bukan sedang mengajak anda untuk bersama-sama membenci Tuhan yang telah memberikan kehidupan yang indah ini. Saya hanya berusaha jujur terhadap kenyataan bahwa kita terlalu sering menyalahkan Tuhan atas cobaan yang muncul di peta kehidupan kita. Saya tahu betul karena saya pernah mengalami hal tersebut. Tapi itu dulu, sebelum saya mengerti kenapa saya harus menerima segala hambatan tersebut. 

Kita sering lupa bahwa cita-cita yang besar menuntut pengorbanan yang besar. Apa yang kita inginkan berbanding lurus dengan usaha dan pengorbanan yang harus kita keluarkan. Rumus ekonomi kehidupan yang sederhana, mudah dipahami, tapi sering dilupakan. Semakin besar keinginan atau cita-cita kita, semakin besar pula usaha dan pengorbanan yang harus kita berikan. 

Suatu ketika seorang adik tingkat mengeluh pada saya mengenai mahalnya biaya pendidikan yang harus ia keluarkan demi meraih cita-citanya sebagai seorang sarjana. Secara sepihak dan tanpa memberitahu siapapun, ia memutuskan untuk berhenti setelah sempat sebulan mengicipi bangku kuliah. Ia tidak tega pada orang tuanya yang harus banting tulang untuk membiayai kuliahnya. Ia tak ingin lebih membebani orang tuanya yang sudah terlanjur terlilit utang jutaan rupiah yang digunakan untuk biaya masuk universitasnya dulu. 

Menurut saya tak ada yang salah dengan impiannya. Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi akan membuka lebih banyak kesempatan, dan menghidupkan optimisme untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang. Tapi ia menyerah terlalu cepat. Ia menganggap bahwa kendala biaya adalah sebuah tembok besar bertuliskan “kubur impian anda”. Tembok itu juga  memaksanya untuk memutar arah dan mencari ‘impian baru’ dengan tembok yang lebih kecil. 

Padahal melalui tembok itu, Tuhan hanya ingin melihat seberapa besarkah kita menginginkan hal tersebut ? kalau kita benar-benar menginginkannya, kita akan mencari tahu bagaimana cara merubuhkan dan melewati tembok tersebut. Dulu saya pernah mengalami situasi serupa. Maksud hati duduk di bangku kuliah tapi apa daya dompet tak sampai. Tembok itu terlihat sangat besar dan jelas di depan mata saya.

Tapi saya sadar saya harus menghancurkan tembok itu, saya terus memutar otak agar saya bisa tetap kuliah. Kemudian saya bekerja, mencari beasiswa, dan melakukan hal lain yang dapat membantu saya untuk menghancurkan dinding penghalang antara saya dan impian saya. 

Sekarang, tembok tersebut sudah runtuh. Saya berada di tempat yang jauh lebih baik. Berbagai kesempatan terbuka lebar di depan saya. Saya telah meyakinkan Tuhan bahwa saya benar-benar menginginkan ini dan akan berusaha maksimal untuk meraihnya. 


Akhirnya saya mendapatkan sebuah pelajaran berharga bahwa ketika Tuhan memberikan cobaan, Ia tidak sedang membenci kita. Ia hanya ingin melihat sejauh mana kita menginginkan hal tersebut dan sebesar apa kita mau berkorban untuk menebus sebuah kesuksesan. Jadi berhati-hatilah, karena hanya dengan modal prasangka baik kepada Nya, anda akan meraih kesuksesan dan optimisme berkepanjangan.

HIDUP INI SEMANIS KUE





Cobaan yang kita hadapi hanyalah instrument yang akan membuat derajat kemanusiaan kita meningkat (Reza Yoga - 2011)







Kehidupan memang salah satu hal yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Selama ribuan tahun, umat manusia telah terobsesi pada kehidupan. Mulai dari asal-usul kehidupan, akhir dari segala kehidupan, serta bagaimana kehidupan itu sendiri berproses.

Termasuk berbagai upaya untuk mengetahui apa yang harus kita lakukan agar kita bisa menjalani kehidupan dengan sepenuh hati, bagaimana mengatasi segala permasalahan kehidupan dan masih banyak lagi lainnya. Jumlah buku, video, seminar dan pelatihan yang menggunakannya sebagai tema utama cukup menjadi bukti bahwa manusia telah terobsesi dengan kajian kehidupan sejak dulu kala.

Banyak perumpamaan tentang kehidupan yang dapat membantu kita untuk memahaminya. Ada yang mengatakan bahwa kehidupan ini seperti roda, kadang kita ada di atas, kadang kita di bawah. Ada yang mengatakan bahwa hidup ini adalah panggung sandiwara, dan masih banyak lagi perumpaan lain tentang kehidupan.

Lima jam yang lalu, saya belajar mengenai sebuah perumpamaan yang cukup ‘asyik’ untuk menggambarkan kehidupan yang sedang kita jalani ini, bahwa : Hidup Ini Seperti Sepotong Kue.

Bahan utama yang umumnya digunakan untuk membuat kue adalah telur, tepung terigu, sedikit minyak, gula halus, dan masih banyak lagi. Sekarang saya meminta anda untuk membayangkan bagaimana rasanya jika anda memakan bahan-bahan tersebut satu per satu. Rasionalitas pasti akan memaksa anda untuk mengatakan bahwa rasa telur mentah tidak lebih enak daripada rasa telur yang sudah bercampur dengan bahan lain dalam sepotong kue manis.

Sekarang kita beralih pada kehidupan. Kehidupan yang sedang kita jalani. Kita pasti pernah merasa tidak puas dengan kondisi yang sedang kita hadapi. Seringkali kita tidak dapat menerima kenyataan yang sedang kita jalani. Ujian hidup yang kita hadapi terasa ‘se-amis telur’. Cobaan demi cobaan yang kita lewati terasa sepahit bahan pengemulsi kue.

Banyak sekali penggalan-penggalan kehidupan yag kita kutuk sebagai pengganggu dalam kehidupan kita. Saat kita tak lulus ujian, saat kendaraan kita secara tiba-tiba mogok di tengah jalan, saat tak ada sepeser uang pun di dalam lipatan dompet kita. Tapi mari kita lihat sisi baiknya.

Suatu saat kendaraan saya mogok di tengah perjalanan dari Malang menuju Blitar. Kendaraan saya berhenti saat saya melalui areal persawahan. Pada awalnya memang menyebalkan, tapi kemudian saya mendapatkan hal yang lebih menarik dari apa yang saya cari di Blitar, yaitu pemandangan sawah yang menakjubkan, udara yang menyegarkan dan perasaan hati yang lapang.

Jika kita mau mencoba untuk memandang kehidupan ini dari sisi yang berbeda, kita akan sadar bahwa sebenarnya, hal-hal yang kita anggap sebagai kepahitan hidup tersebut hanyalah bahan-bahan yang diperlukan agar hidup kita menjadi sepotong kue yang manis. Cobaan yang kita hadapi hanyalah instrument yang akan membuat derajat kemanusiaan kita meningkat. Kita menjadi makin dewasa dan siap untuk menjalani tantangan kehidupan yang lebih sulit.

Ya, bayangkan jika cobaan tersulit sudah anda lalui, maka cobaan selanjutnya akan menjadi lebih mudah. Setiap cobaan melahirkan ketangguhan, keberanian, dan pengalaman yang tak ternilai harganya. Pengalaman inilah yang nantinya akan menjadi panduan kehidupan yang berguna, baik untuk anda, maupun untuk orang-orang disekitar anda.

Terlepas dari setuju atau tidak setujunya anda terhadap apa yang saya tulis, saya hanya berharap agar apapun yang nantinya menimpa hidup anda, apakah itu baik atau buruk, semoga anda lebih bisa memaknainya dengan bijaksana. Have a nice cake, maaf maksud saya Have a Nice Day.