We Will Not Go Down (Song For Gaza) - By Michael Heart

''There is not enough darkness in all the world to put out the light of even one small candle!Free palestine! ''  here is a great song for palestine by Michael Heart




Lyrics | Michael Heart lyrics - We Will Not Go Down lyrics

Doa untuk sekeranjang tempe



Di Karangayu, sebuah desa di Kendal, Jawa Tengah,
hiduplah seorang ibu penjual tempe . Tak ada pekerjaan
lain yang dapat dia lalukan sebagai penyambung hidup.
Meski demikian, nyaris tak pernah lahir keluhan dari
bibirnya. Ia jalani hidup dengan riang. “Jika tempe
ini yang nanti mengantarku ke surga, kenapa aku harus
menyesalinya. ..” demikian dia selalu memaknai
hidupnya.

Suatu pagi, setelah salat subuh, dia pun berkemas.
Mengambil keranjang bambu tempat tempe , dia berjalan
ke dapur. Diambilnya tempe-tempe yang dia letakkan di
atas meja panjang. Tapi, deg! dadanya gemuruh. Tempe
yang akan dia jual, ternyata belum jadi. Masih berupa
kacang, sebagian berderai, belum disatukan
ikatan-ikatan putih kapas dari peragian. Tempe itu
masih harus menunggu satu hari lagi untuk jadi.
Tubuhnya lemas. Dia bayangkan, hari ini pasti dia
tidak akan mendapatkan uang, untuk makan, dan modal
membeli kacang, yang akan dia olah kembali menjadi
tempe.

Di tengah putus asa, terbersit harapan di dadanya. Dia
tahu, jika meminta kepada Allah, pasti tak akan ada
yang mustahil. Maka, di tengadahkan kepala, dia angkat
tangan, dia baca doa. “Ya Allah, Engkau tahu
kesulitanku. Aku tahu Engkau pasti menyayangi hamba-Mu
yang hina ini. Bantulah aku ya Allah, jadikanlah
kedelai ini menjadi tempe . Hanya kepada-Mu kuserahkan
nasibku…” Dalam hati, dia yakin, Allah akan
mengabulkan doanya.

Dengan tenang, dia tekan dan mampatkan daun pembungkus
tempe. Dia rasakan hangat yang menjalari daun itu.
Proses peragian memang masih berlangsung. Dadanya
gemuruh. Dan pelan, dia buka daun pembungkus tempe .
Dan… dia kecewa. Tempe itu masih belum juga berubah.
Kacangnya belum semua menyatu oleh kapas-kapas ragi
putih. Tapi, dengan memaksa senyum, dia berdiri. Dia
yakin, Allah pasti sedang “memproses” doanya. Dan
tempe itu pasti akan jadi. Dia yakin, Allah tidak akan
menyengsarakan hambanya yang setia beribadah seperti
dia. Sambil meletakkan semua tempe setengah jadi itu
ke dalam keranjang, dia berdoa lagi. “Ya Allah, aku
tahu tak pernah ada yang mustahil bagi-Mu. Engkau maha
tahu, bahwa tak ada yang bisa aku lakukan selain
berjualan tempe . Karena itu ya Allah, jadikanlah.
Bantulah aku, kabulkan doaku…”

Sebelum mengunci pintu dan berjalan menuju pasar, dia
buka lagi daun pembungkus tempe . Pasti telah jadi
sekarang, batinnya. Dengan berdebar, dia intip dari
daun itu, dan… belum jadi. Kacang itu belum
sepenuhnya memutih. Tak ada perubahan apa pun atas
ragian kacang tersebut. “Keajaiban Tuhan akan
datang… pasti,” yakinnya.

Dia pun berjalan ke pasar. Di sepanjang perjalanan
itu, dia yakin, “tangan” Tuhan tengah bekerja untuk
mematangkan proses peragian atas tempe-tempenya.
Berkali-kali dia dia memanjatkan doa… berkali-kali
dia yakinkan diri, Allah pasti mengabulkan doanya.

Sampai di pasar, di tempat dia biasa berjualan, dia
letakkan keranjang-keranjang itu. “Pasti sekarang
telah jadi tempe !” batinnya. Dengan berdebar, dia buka
daun pembungkus tempe itu, pelan-pelan. Dan… dia
terlonjak. Tempe itu masih tak ada perubahan. Masih
sama seperti ketika pertama kali dia buka di dapur
tadi.

Kecewa, aitmata menitiki keriput pipinya. Kenapa doaku
tidak dikabulkan? Kenapa tempe ini tidak jadi? Kenapa
Tuhan begitu tidak adil? Apakah Dia ingin aku
menderita? Apa salahku? Demikian batinnya berkecamuk.
Dengan lemas, dia gelar tempe-tempe setengah jadi itu
di atas plastik yang telah dia sediakan. Tangannya
lemas, tak ada keyakinan akan ada yang mau membeli
tempenya itu. Dan dia tiba-tiba merasa lapar… merasa
sendirian. Tuhan telah meninggalkan aku, batinnya.
Airmatanya kian menitik. Terbayang esok dia tak dapat
berjualan… esok dia pun tak akan dapat makan.
Dilihatnya kesibukan pasar, orang yang lalu lalang,
dan “teman-temannya” sesama penjual tempe di sisi
kanan dagangannya yang mulai berkemas. Dianggukinya
mereka yang pamit, karena tempenya telah laku.
Kesedihannya mulai memuncak. Diingatnya, tak pernah
dia mengalami kejadian ini. Tak pernah tempenya tak
jadi. Tangisnya kian keras. Dia merasa cobaan itu
terasa berat…

Di tengah kesedihan itu, sebuah tepukan menyinggahi
pundaknya. Dia memalingkan wajah, seorang perempuan
cantik, paro baya, tengah tersenyum, memandangnya.
“Maaf Ibu, apa ibu punya tempe yang setengah jadi?
Capek saya sejak pagi mencari-cari di pasar ini, tak
ada yang menjualnya. Ibu punya??”

Penjual tempe itu bengong. Terkesima. Tiba-tiba
wajahnya pucat. Tanpa menjawab pertanyaan si ibu
cantik tadi, dia cepat menadahkan tangan. “Ya Allah,
saat ini aku tidak ingin tempe itu jadi. Jangan engkau
kabulkan doaku yang tadi. Biarkan sajalah tempe itu
seperti tadi, jangan jadikan tempe …” Lalu segera dia
mengambil tempenya. Tapi, setengah ragu, dia letakkan
lagi. “jangan-jangan, sekarang sudah jadi tempe …”

“Bagaimana Bu? Apa ibu menjual tempe setengah jadi?”
tanya perempuan itu lagi.

Kepanikan melandanya lagi. “Duh Gusti… bagaimana
ini? Tolonglah ya Allah, jangan jadikan tempe ya?”
ucapnya berkali-kali. Dan dengan gemetar, dia buka
pelan-pelan daun pembungkus tempe itu. Dan apa yang
dia lihat, pembaca?? Di balik daun yang hangat itu,
dia lihat tempe yang masih sama. Belum jadi!
“Alhamdulillah! ” pekiknya, tanpa sadar. Segera dia
angsurkan tempe itu kepada si pembeli.

Sembari membungkus, dia pun bertanya kepada si ibu
cantik itu. “Kok Ibu aneh ya, mencari tempe kok yang
belum jadi?”

“Oohh, bukan begitu, Bu. Anak saya, si Sulhanuddin,
yang kuliah S2 di Australia ingin sekali makan tempe ,
asli buatan sini. Nah, agar bisa sampai sana belum
busuk, saya pun mencari tempe yang belum jadi. Jadi,
saat saya bawa besok, sampai sana masih layak dimakan.
Ohh ya, jadi semuanya berapa, Bu?”


ini kisah yang biasa bukan? Dalam kehidupan
sehari-hari, kita acap berdoa, dan “memaksakan” Allah
memberikan apa yang menurut kita paling cocok untuk
kita. Dan jika doa kita tidak dikabulkan, kita merasa
diabaikan, merasa kecewa. padahal, Allah paling tahu
apa yang paling cocok untuk kita. Bahwa semua
rencananya adalah sempurna.

Untuk Ibu




Ibu doakanlah, …

ku akan melangkah


menyusuri waktu, menjemput citaku

ibu lepaskanlah,...

ku ke laut biru


akan kuarungi, akan kuseberangi

ibu doakanlah, …

ku sedang melangkah


menjalani hari, menjemput harapku

ibu lepaskanlah,...

ku dengan maafmu


tentramkan hatiku, menempuh hidupku

doamu oh ibu, selalu kunanti

tulus dan suci dari relung hati

doamu oh ibu, selalu kunanti

mohonkanlah, Allah Rabbi besertaku selalu



Ya Allah,

Rendahkanlah suaraku bagi nya

Perindahlah ucapanku di depan nya

Lunakkanlah watakku terhadap nya dan

Lembutkan hatiku untuk nya.........



Ya Allah,

Berilah untuknya balasan yang sebaik-baiknya, atas

didikan nya padaku dan Pahala yang besar atas

kesayangan yang ia limpahkan padaku,peliharalah

dirinya sebagaimana ia memeliharaku.



Ya Allah,

Apa saja gangguan yang telah ia rasakan atau

kesusahan yang dirinya deritakan kerana aku, atau

hilangnya sesuatu hak nya kerana

perbuatanku,jadikanlah itu semua penyebab susutnya

dosa-dosa nya dan bertambahnya pahala kebaikan

dirinya dengan perkenan-Mu ya Allah, hanya Engkaulah yang berhak

membalas kejahatan dengan


kebaikan berlipat ganda.



Ya Allah,

Bila magfirah-Mu telah mencapai dirinya sebelumku,

Izinkanlah dirinya memberi syafa'at untukku.

Tetapi jika sebaliknya, maka izinkanlah aku memberi

syafa'at untuk nya,sehingga kami berkumpul

bersama dengan santunan-Mu di tempat

kediaman yang dinaungi kemulian-Mu,ampunan-Mu serta rahmat-
Mu..........



Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Kurnia Maha

Agung, serta anugerah yang tak berakhir dan Engkaulah

yang Maha Pengasih diantara semua pengasih.

Amin Ya Rabbul Alamin..


Tlogomas, 14 Februari 2009





untuk reza (2)"mengejar cita - cita" (dari blog sebelah)


Pagi ini, entah mengapa , setelah sholat subuh, ingatan ini langsung mengarah kepada Reza. Ehm..apa ya yang sedang dikerjakan anak itu ?
Segera kuraih hape, dan segera kukirim sebuah sms kepada mbak sulih.

“Asw. Mbak..bagaimana kepastian akh Reza? Sudah berangkat ke Malang atau belum?”

Sesaat kemudian saya dapatkan balasan dari mbak sulih.

“Wa’alaikum salam..ehm,.saya juga belum tau kepastianya dek akhi. Murobbinya dan para ikhwan belum membalas. Sabar ya..ana coba hubungi lagi....”

Tak lama setelah sms dari mbak sulih..nada dering hape ku menunjukan bahwa ada satu lagi pesan masuk.

“Asw. Mas..saya sudah di Jombang..tunggu ya mas,,sekarang saya sedang perjalanan ke Malang. Nanti mohon bantuan mas kalau saya dah sampe malang tak hubungi lagi.”
Segera kujawab..

“yup..semangat..Innallaha ma’ana”

Dan..ketika saya mau beranjak berdiri untuk bergegas mandi pagi, Mbak Sulih memanggil – manggil dari seberang kota. Pembicaraan via telefonpun kembali terjadi antara saya dengan beliau. Saling menanyakan dan memberi info tentang Reza. Ya, sejak kemarin memang sosok yang bernama Reza ini cukup menarik perhatian kami semua.

Baru saja setelah kumatikan hape, tiba – tiba ada nomer fleksi magetan , yang lagi – lagi belum dikenal, memanggil – manggil, meminta untuk segera dijawab. Oh ternyata..masya Allah, suara diseberang itu adalah suara dokter gigi Ustman Khadafi. Salah satu ustad idola saya, dulu, ketika masih SMA, tentu selain Ust Budi Setiawan , Uts, Wiyono dan beberapa ustad yang lain. Mengapa menjadi idola ? karena mereka semua adalah professional di bidangnya masing – masing , masih muda, namun pemahaman agamanya sungguh luar biasa, apalagi dengan didukung dengan kedekatan mereka kepada binaan. Tak jarang kepada beliau smualah permasalah – permasalah yang kami hadapi selalu dimintakan nasehat.

Pembicaraanpun mengalir dengan lancar. Seperti biasa, pembicaraan kami juga dimulai dengan basa – basi, sekedar untuk mencairkan suasana. Baru setelah beberapa saat, kemudian kami memasuki inti pembicaraan, yaitu tentang Reza. Yah, ternyata drg Ustman ini adalah murobbi reza saat kelas 3 SMA dulu. Drg Ustman memulai ceritanya dengan pribadi Reza, menceritakan siapa Reza, bagaimana latar belakang keluarganya, sampai bahkan yang terdetail tentang Reza. Dan satu hal yang membuatku terharu saat itu adalah, ketika drg Ustman mengatakan bahwa sejak di SMA Reza telah menjalani kehidupannya dengan keras. Dia menyambi menjual jajanan ringan kepada teman – temannya untuk bisa melanjutkan sekolah hingga tamat SMA. Tentang Kondisi keluarganya, yang sedang dilanda masalah beberapa waktu yang lalu. Bahkan sebagian besar gaji orang tuanya habis untuk menyicil uang angsuran hutang. MasyaAllah..ibunya Reza adalah seorang guru SMP. Sedangkan ayahnya adalah pensiunan pegawai bank BTPn. Memang secara kasat mata, harusnya kehidupan keluarga dengan pekerjaan seperti itu adalah normal – normal saja. Namun, entah ada masalah apa, yang kemudian membuat keluarga Reza bahkan tidak mempunyai uang untuk mendaftarkan anaknya di PTN terfavorit di Malang itu. Tentang kontribusi dalam dakwah, jangan ditanya.

Dari hasil pembicaraan dengan drg Ustman tersebutlah, kemudian semakin membuat saya mantab untuk membantu Reza sekuat tenaga agar bisa tetap kuliah di UB. Bahkan seandainya penundaan itu ditolak, maka saya siap untuk mencarikan dana agar Reza tetap bisa kuliah. Begitu bisikku dalam hati. Segera saja bisikan dalam hati itu terdefinitifkan dengan alunan tuts – tuts hape yang kutekan. Satu persatu kembali kuhubungi alumni – alumni yang kukenal. Ukhti Atik , sedang sibuk mengajar disebuah SD, dan berjanji akan segera menelfon balik saat nanti setelah selsai mengajar. Hanya Ukhti Ana dan mas Arifin yang saat itu memberikan respon. Ukhti Ana yang saat itu sedang mengajar diSD Dinoyo 2, menyempatkan untuk menelfon saya dan menanyakan perihal keadaan Reza. Demikian juga mas Arifin. Intinya..mereka semua siap membantu, mengusahakan semaksimal mungkin agar Reza bisa tetap kuliah.

Jam sudah menunjukan pukul 08.00, namun Reza belum juga sampai di Malang. Sempat terbersit kekhawatiran dalam hati ini, takut terjadi apa – apa kepadanya dijalan. Hal itulah yang menyebabkan saya beberapa kali mengirim sms untuk menanyakan dimana posisi keberadaannya sekarang.

Saya sudah sejak pagi standby di kampus. Menunggu kedatangan Reza dari Magetan. Sambil menunggu, saya pergi ngantor di lantai 2 UKM UB, yaitu kantor EM Pusat. Disana saya bertemu dengan pak presiden dan menteri PSDM. Pembicaraan – pembicaraan ringanpun mengalir diantara kami. Mulai seputar kabar masing – masing sampai pada masalah yang terjadi bangsa ini dan solusi apa yang bisa ditawarkan oleh EM UB. Dan dari obrolan sederhana , tanpa protokoler itulah lahir inspirasi baru untuk PSGK yang saya gawangi dengan ukhti Titik. Yaitu NGOPI , Ngobrol Pemikiran. Yang rencananya akan digelar rutin untuk membicarakan permasalahan bangsa ini dan solusinya dengan bersama para ahli dibidangnya. Sehingga namanya akan menjadi “Ngopi Bareng Yogi Sugito” (Jika nanti ahli yang kita undang kebetulan bernama Yogi Sugito).

Tepat pukul 9.20 . hapeku kembali bergetar. Ternyata Reza yang mengirim sms.

“Asw. Mas, saya sudah di gerbang UB, saya memakai celana hitam, jaket hitam, mio merah dan helm putih..”.

Sempat heran saya saat itu. Karena kabar yang saya terima pagi ini adalah bahwa dia ke Malang dengan naik bis, tapi sekarang dia sudah ada di UB dengan naik motor. Kok aneh ?

“W3. Alhamdulillah antum sudah sampai..lho? antum naik motor ta dari magetan? Tunggu bentar ya..saya segera ke gerbang”.

Segera saya bergegas menuju gerbang UB, untuk menjemput adek kelas yang baru saya kenal kemarin siang ini. Setelah sebelumnya menitipkan laptop kesayangan saya kepada akh menteri PSDM UB.

Saya sampai di depan gerbang. Kulihat kanan dan kiri., depan dan belakang, Namun tak juga kutemui orang dengan cirri – cirri yang di sms kan barusan. Tak mau menunggu lama, akhirnya kukirimkan segera sms kepada Reza .

“antum dimana akh? Ana ada didepan ATM..”

“wah mas..saya sudah terlanjur masuk ke UB. Ini yang ada didekat peta UB.”

Segera kulihat peta UB yang ada didepan fakultas kedokteran yang megah itu. Oh iya..ada seorang yang sedang nangkring di atas sepeda motornya. Segera ku rubah haluan. Motor segera kunyalakan dan berputar masuk kembali kedalam kampus. Segera, setelah mendekat dengannya. Kutatap wajah polos khas anak desa dari Magetan. Termasuk saya ini juga anak desa tersebut. Terbayang, mungkin dua tahun yang lalu kondisi saya tak jauh dari Reza sekarang. Cuma, dulu saya memang naik bis, tanpa alumni yang siap menjemput. Ibarat pasukan, saya ini adalah infanterinya. Yang membuka lading di UB. Nekad, ya hanya nekad yang ada didalam benakku 2 tahun yang lalu. Hanya berbekal nama dan nomer HP ketua kamda , akh Izul., saya memberanikan diri untuk berangkat ke Malang. Dan, sungguh persaudaraan karena Allah itulah yang sangat saya rasakan. Meski akh Izul, juga baru mengenal saya tak lebih dari seminggu, itupun hanya dari sms. Rasa saling percaya itu tumbuh subur diantara kami. Mungkin, karena energi positif itulah, yang kali ini juga menggerakan saya untuk menolong sesama muslim yang membutuhkan.

Seutas senyum manis, mengawali pertemuan kami. Walau benar – benar sebelumnya kami belum saling mengenal, kami sudah seperti saudara yang lama tak berjumpa.

“Assalamu’alaikum..ini Reza ya..?” Begitu tanyaku untuk mengawali pembicaraan.

“Wa’alaikum salam..iya saya Reza..ini mas Andrik ya..?” Begitu kata pertama yang saya dengar dari mulutnya.

“Iya..masyaAllah..” Jawabku singkat. Dan langsung memeluknya, layaknya yang dilakukan para sahabat ketika bertemu satu sama lainnya.

Sungguh pertemuan yang mengharukan. Ah, tapi kami ini ikhwan. Tak boleh lemah, tak boleh melankolis, harus tegar, perjuangan masih panjang. Segera kuseka air mata yang mengalir tipis di pipiku. Dan kulihat Reza melakukan hal yang sama. Dan, lalu kualihkan pembicaraan kepada hal – hal ringan. Seperti, jam berapa dari magetan, naik apa, diantar siapa, sampai bagaimana ikhwah dan kabar orang tuanya diMagetan. Dan, Rezapun dengan ramah dan luwes menjawab pertanyaan – pertanyaan yang saya yakin dia tahu bahwa itu adalah sekedar pertanyaan basa – basi untuk mencairkan suasana. Yah, terkadang basa – basi itu memang diperlukan dan penting juga.

Setelah acara ramah tamahnya kurasa cukup, maka kutanyakan kepadanya. Apakah mau langsung mengurus daftar ulang..atau mau istirahat dan sarapan dulu. Dengan tegas dia menjawab, bahwa ingin segera menyelesaikan permasalahan daftar ulang itu. Agar tak menjadi beban dan segera mendapatkan kepastian. Kutangkap sebuah tekad baja, dibalik kata – katanya itu. Dan, saya tak boleh melemahkan tekad itu.

Sesaat kemudian kami sudah melesat ke arah rektorat untuk menyelesaikan permasalahan daftar ulang itu. Kuparkir segera motor kesayanganku disamping pos satpam, tepat di sebelah selatan kantor rektorat delapan lantai itu. Dan kulihat Reza melakukan hal sama tak jauh dari tempatku memarkir motor. Beres dengan memarkir motor, kami melangkah ke rektorat lantai satu. Alhamdulillah disana telah menunggu antrian yang cukup panjang. Dan rata – rata yang antri adalah mahasiswa baru yang ditemani oleh orang tuanya masing – masing. Entah itu ibu atau ayahnya. Beda dengan saya dulu, atau akh Reza sekarang. Hanya Allah yang kami selalu yakin menemani kami dimanapun dan kapanpun. Alhamdulillah, saya ini pengurus EM Pusat, salah satu kordinator departemen yang cukup strategis malah. Jadi saya mengenal dengan baik personel advokesma yang sedang melayani para mahasiswa baru itu. Melihat saya datang, beberapa dari staff advokesma yang juga kader dakwah segera menyalami saya. Mempersilahkan duduk dan menanyakan perihal kepentingan saya datang ke tempat itu.

Selesai berbasa – basi sebentar, langsung saja saya ke inti pembicaraan untuk mengurus penundaan bagi Reza. Dan dengan cekatan, para staff advokesma ini melayani kami. Setelah dicek segala perlengkapan administrasinya, hanya 2 syarat yang kurang tepat. Yaitu surat pernyataan dan beberapa fotocopy document yang diperlukan. Sebenarnya surat pernyataan itu sudah dibuat sejak dimagetan, namun ternyata masih ada yang belum tepat mengenai formatnya. Dan ketika itu saya di daulat untuk menjadi walinya, yang mewakili tanda tangan ayahnya. Di atas kertas bermaterai 6 ribu. Beres dengan mengurus surat , kami keluar sebentar menuju perpustakaan untuk memfotocopy berkas yang masih diperlukan. Terlihat sekilas slip gaji dari orang tua Reza. Saat itu yang saya lihat adalah gaji ayahnya. Tertulis dengan jelas gajinya adalah Rp. 1.127.000,-. Ehm..cukup rumayan saya kira. Mengingat orang tua saya yang bukan PNS, gaji yang tak pasti tiap bulan. Saya fikir gaji segitu sudah cukup untuk menjamin kehidupan selama 1 bulan. Apalagi di daerah magetan, yang kebanyakan harga barang masih murah, bahka setau saya, ibu dirumah tidak pernah membeli sayur. Karena selain menanam sendiri, juga sering kalau ada tetangga yang kelebihan sayur akan dengan suka cita membaginya. Demikian juga dengan bumbu dapur. Oh..tunggu dulu. Mata saya terus menelusuri slip gaji itu, dan akhirnya terpana dengan tulisan , ”angusuran hutang : Rp. 1.050.000,-”, egh,,itu artinya, tiap bulan keluarga Reza hanya menerima pemasukan kurang lebih seratus ribu dari ayahnya. Wallahu’alam kalau gaji ibunya yang berprofesi sebagai guru SMP.

Selesai memfotocopy berkas, kami kembali bergegas menuju rektorat lantai 1, tempat dimana para advokat EM UB berkumpul.

Sampai di rektorat, segera kami mengecek kelengkapan penundaan. Setelah dirasa cukup, kami segera menuju lantai 5, tempat dimana bagian keuangan Universitas Brawijaya berada. Dengan didampingi sati staff advokesma, kami menuju lantai lima. Kali ini, Naik lift, meski bagi saya ini adalah hal yang biasa, namun bagi Reza adalah yang pertama sehingga mual – mual dan pusing pun melanda Reza. Karena memang tidak ada lift di magetan. Paling modern juga eskalator, itupun hanya bisa ditemui di supermarket – supermarket besar di Madiun. Sempat geli juga saya dibuatnya, menyaksikan seseorang yang sedang menilkmati pengalaman pertamanya naik lift. Canggung, grogi, dan senang bercampur jadi satu.

Saat lampu penunjuk lantai menyala pada bagian lantai yang kami tuju, lantai lima, kami segera menekan tombol open untuk memberhentikan dan keluar dari lift. Oh.Allahu Akbar, perkiraan saya salah. Hari – hari terakhir yang saya kira sudah sepi dari proses registrasi mahasiswa baru, ternyata justru terjadi sebaliknya . Antrian dibagian keuangan justru jauh lebih banyak dari beberapa hari kemarin ketika saya mengantar salah satu adek kelas yang lain. Subhanallah, ada wajah cemas, ada wajah emosi, ada wajah canggung, dan beragam ekspresi yang lain, tat kala saya cba mengamati sekeliling. Dan saya berharap bisa menampilkan ekspresi wajah setenang dan seteduh mungkin, minimal bisa membuat suasana sedikit lebih nyaman, baik untuk saya sendiri maupun untuk orang – orang disekitar saya. Rata – rata mereka yang ada disinii adalah mahasiswa baru yang sedang mengurus penundaan maupun keringanan pembayaran biaya masuk kuliah. Dan, kebanyakan pula, mereka datang dengan walinya masing – masing. Baik itu saudara, kakak, ataupun orang tuanya langsung. Seperti saya yangg juga sedang mendampingi Reza.

Sesaat setelah kaki ini menginjak lantai 5, segera saya mencari info untuk proses penundaan SPP itu. Ternyata masih antri sangat panjang. Tak ada pilihan kecuali menunggu giliran. Sempat was – was juga saat itu, apalagi ini adalah hari jum’at, hari kerja terakhir diminggu ini. Untung saja, yang kecemasan – kecemasan hidup itu telah begitu akrab dengan kehidupan saya, sehingga kecemasa kali ini hanyalah salah satu episode kecil dalam kehidupan saya. Tepat jam 11.15, petugas memanggil Reza, semua berkas diserahkan, dan diperiksa oleh petugas itu. Entah apa yang dilakukan, lalu petugas itu memasuki ruangan BAAK. 5 menit, 10 menit, belum juga kembali keluar. Tambah deg – degan pula hati ini dibuatnya. Sebentar lagi adzan jum’atan. Itu artinya kami harus mementingkan panggilan Allah. Dan..akhirnya bapak itu keluar juga. Namun bukan kabar gembira yang kami dapat. Hanya sebuah harapan baru yang diberikan.

”mas kembali lagi nanti jam 13.00, ini berkas anda masih dirapatkan, keputusan bisa ditunda atau tidak..bisa mas dapatkan nanti jam 13.00” Begitu kurang lebih kata – kata yang di ucapkan petugas itu.
Ehm..mau tidak mau kami harus ikut peraturan yang telah ditentukan. Kamipun turun ke lantai satu, untuk kemudian shalat jum’at. Sengaja saat itu, Reza saya ajak berjalan kaki menuju masjid kampus. Tentu agar selain lebih mengenal kampus ini, juga untuk lebih mengakrabkan kami. Sekitar 10 menit kami berjalan menuju Masjid Raden Patah UB. Disana sudah banyak orang, ada yang masih bergerombol di teras. Ad ayng sedang berwudhu. Ada pula yang sudah khusyuk membaca mushaf yang dibawa masing – masing. Ah, selalu saja masjid ini membuat saya selalu rindu untuk kembali lagi mengunjunginya setiap waktu. Setelah sampai dilokasi masjid, segera kami titipkan tas ditempat penitipan yang memang sudah disediakan.

Kemudian kami mengambil air wudhu, serta langsung bergabung dengan jamaah yang lain. Oya..ada yang berbeda dengan masjid ini sejak beberapa waktu yang lalu. Para takmir di akusisi oleh rektorat, sehingga kesan dari MRP sekarang adalah masjid yang ”garing”. Seperti siang ini juga. Khutbah yang biasanya disampaikan oleh ustad – ustad yang luar biasa membuat semangat jihad menggelora tidak lagi saya temui. Yang ada adalah sebagian dari jamaah malah menggunakan waktu khutbah ini sebagai istirtahat siang, alias tidur. Astagfirullah. ..

12.30, akhirnya sholat jum’at itu selesai kami kerjakan. Masih ada beberapa waktu kedepan untuk istirahat, sambil menunggu jam 13,00 untuk bisa mengetahui keputusan dari rektorat. Segera kuajak reza untuk makan siang. Karna saya yakin, kalau berangkat dari maagetan saja , dini hari pasti ia tidak sarapan. Apalagi tadi pagi waktu saya tawarkan untuk sarapn dia tidak mau. Kali ini saya mengajaknya ke tempat nasi lengko dan ketoprak langganan saya didepan MRP. Sambil menunggu pesanan jadi dia saya tinggal untuk mengambil laptop disekret EM yang tadi pagi dipinjam oleh pak menteri PSDM.

Kembali dari sekret EM, ternyata telah berkumpul banyak tokoh kampus. Ada pak presiden, akh danang, akh amir dan banyak lagi, tentu hal ini secara tidak langsung juga memberi motivasi tersendiri bagi Reza, Banyak hal yang kami perbincangkan saat itu. Mulai dari basa basi sampai kepada permasalahan yang urgen untuk dunia dakwah ini. Apalagi dengan pembicaraan – pembicaraan khas akh Nana yang seperti itu, kelihatanya semakin memantapkan langkah Reza untuk harus masuk di kampsu biru ini. Tak terasa, obrolan ringan itu seakan mempercepat putaran jam, sehingga waktu setengah jam terasa berlalu ditempat makan itu. Masih banyak hal yang ingin dibicarakan, namun waktu jua yang membatasi. Saya dan Reza harus kembali lagi ke medan perjuangan untuk bisa mengurus penundaan.

Setelah membayar uang makan dan minum, saya segera mengajak Reza untuk bergegas ke lantai 5 rektorat UB. Agar tak antri lagi seperti tadi pagi, begitu pikiriku. Ternyata dugaanku kali ini salah lagi. Malah, antrian yang saya temui seakan berlipat – lipat lebih banyak dari tadi pagi. Ah, wallahu’alam..apakah orang – orang yang antri ini lebih mementingkan urutan antrian daripada sholat jum’at ? saya tak tahu masalah itu.

Yang jelas, kini kami harus berdiri lagi. Berjejal – jejal dengan para pemohon penundaan yang lain. Permohonan Reza yang harusnya bisa selesai tadi pagi, dan dijanjikan akan segera diberi keputusan setelah sholat jum’at, ternyata masih diperpanjang juga. Seperti saat kejadian Reza yang berusaha mengklarifikasi kepada satpam yang bertugas menjaga pintu. Bukanya bantuan yang didapat, malah jawaban ketus yang tidak bersahabatlah yang disuguhkan oleh satpam itu. Ah, apa seperti ini yang namanya pelayanan publik yang baik itu ?

Untunglah , ternyata diantara mereka masih ada juga yang baik. Seperti bapak yang berbaju batik coklat itu. Entah namanya siapa,saya belum sempat berkenalan. Yang jelas, bapak itu salah satu petugas yang ditunggu – tunggu banyak orang. Karena dari tanda tanganyalah, keputusan diterima atau tidak sebuah penundaan itu berada. Termasuk milik Reza. Akhirnya, jam 13.35an, bapak itu memanggil nama Reza. Dan memberikan sebuah memo kecil, entah isinya apa, saya belum tahu. Yang saya tahu adalah, ketika sesaat Reza menerima itu, ada air mata tipis yang menghiasi pipinya. Hal ini yang membuat saya semakin penasaran. Memang hanya ada dua kemungkinan dalam memo itu. Jika tidak di tolak ya diterima.
Segera, setelah Reza agak dekat dengaku, saya bertanya padanya .

“Bagaimana akh ?

“Alhamdulillah..Allahu Akbar, saya jadi kuliah di Brawijaya mas..!”” jawabnya.

Dengan jawaban seperti itu saya bisa menyimpulkan bahwa, penangguhan pembayaran yang diajukan Reza diterima oleh rektorat. Dan, memang salah satu arti dari itu adalah, Reza jadi kuliah di Brawijaya. Karena, itu artinya Reza hanya dikenakan pembayaran setengah dari total seluruh pembayaran 7 koma sekian juta. Dia sendiri, saat ini telah membawa uang sekitar 800 ribu, lalu ada bantuan dari drg Utsman (entah beliau memperoleh darimana) 2,5 juta, dan tadi pagi mbak sulih juga mentransfer 1,15 juta ke rekening saya. Itu artinya jika semua di total, maka sudah lebih dari sekedar biaya minimal untuk bisa kuliah di Brawijaya. Allahu Akbar.. Mengingat itu semua membuat saya meneteskan air mata. Tadi malam jam 20.00, Reza masih belum memegang uang sama sekali. Dan sekarang, cita – citanya untuk bisa menimba ilmu di kampus biru ini akan segera terwujud. Oleh karena tekadnya yang membaja itulah, maka kegiatan selanjutnya yang tak kalah melelahkanpun, kami lalui dengan senang hati, mulai dari membayar registrasi ke bank mandiri. Pendaftaran ke fakultas, dan lain sebagainya. Sungguh hari yang luar biasa. Tepat jam 15.45, reza keluar dari fakultasnya dengan wajah yang ceria. Dan mengatakan,

“Mas..alhamdulillah, semua sudah beres, saya sudah menjadi mahasiswa UB”..

“Barakallah..” jawabku singkat sambil menjabat erat tangannya.

Sesaat seteleh itu, segera kuhubungi drg Ustman dimagetan, untuk mengabarkan hal ini kepada beliau. Karena begitulah pesan beliau tadi pagi. Dan serak suara bahagia pula yang saya dengar dari seberang telfon. Kemudian saya juga mengirim sebuah sms kepada mbak sulih.

”Asw. Alhamdulillah mbak..semua proses daftar ulang sudah beres..”

Dan sms balasannya, yang sampai saat ini belum saya hapus adalah ,
“Jazakallah ya akhi..antum dan akh Reza adalah pribadi2 yang menginspirasi saya hari ini.”

Memang , hari ini adalah hari yang penuh keajaiban. Hari pembuktian Allah, kepada doa – doa dan ikhtiar hambanya. Hari pembuktian materi – materi liqo yang diterima setiap peKan, tentang ikhwah, tentang persaudaraan, tentang itsar, tentang tafahum, tentang ketsiqohan,, dan tentang PERJUANGAN.

Untuk Reza, hari - hari yang akan datang adalah milikmu..ambillah, dan buktikanlah janji – janjimu. Doa kami selalu senantiasa menyertaimu.

to be continue dikehidupan nyata.

untuk reza (1)"mengejar cita - cita" (dari blog sebelah)



Siang itu, sebuah sms dari nomer yang tidak dikenal, menghampiri J210i-ku. Seperti biasa, tangan inipun tak begitu menghiraukan jika ada sms dari nomer asing. Baru setelah beberapa saat, kusempatkan membaca sms itu.

“Assalamu’alaikum. mas..saya reza, temannya burhan. Saya diterima SNMPTN di ilmu komunikasi UB mas..”, demikian isi sms dari nomer asing itu.

“wa’alikum salam. Reza? Reza yang mana ya ? Alhamdulillah..barakallah ya dek akhi..”dengan lincah jemari tanganku, seketika itu membalas sms yang ternyata datang dari seseorang yang mengaku bernama Reza . walaupun belum kenal, tetap saja saya memakai kata “barakallah”, karena saya tau, bagaimana perjuangan untuk memasuki perguruan tinggi negeri.

“Itu lho mas..yang dulu ikut acara diManunggal, waktu antum ngisi pembekalan. Jazakallah mas,,tapi ada masalah mas..”, tak lama kemudian kudapati balasan itu darinya. Saya mendapati aura kegamangan dalam smsnya kali ini

Sejenak saya berfikir, memutar memori. Untuk kemudian bisa menemukan file dengan keyword, “Manunggal”,”Pembekalan”,dan”Burhan”. Dan ternyata, akumulasi frase ingatan itu membawa saya kepada sebuah acara pembekalan kader kelas 3 SMA DS Magetan, 2 bulan yang lalu, ditaman wisata Manunggal, kabupaten Magetan , dimana saat itu saya kebetulan diundang menjadi salah satu pematerti, selain pemateri utama drg Utsman Khadafi. Sedangkan “Burhan”, mengingatkan saya kepada nama seorang adek kelas dari SMA 2 Magetan, yang diterima PMDK di UB beberapa bulan yang lalu, dimana saya berperan membantu segala kebutuhan registrasi ulangnya waktu itu. Lalu, kata Reza..cukup keras saya berusaha mengingatnya, namun ternyata memang nama itu belum ada dalam database nama – nama yang pernah saya kenal. Sehingga kesimpulannya adalah, bahwasanya si Reza ini adalah salah satu peserta pembekalan, yang juga temannya Burhan. Memang saya tidak mengenal seluruh peserta pembekalan waktu itu yang berjumlah lebih dari 30 ikhwan dan lebih banyak lagi akhwatnya. Apalagi, siang itu saya hanya mengisi satu sesi, dengan durasi tak lebih dari 2 jam.

Tak lama kemudian saya tersadar, dan segera memberikan balasan sms kepadanya,
“Oh..iya, saya ingat (meskipun hanya pura - pura), masyaAllah..ada masalah apa dek ? mungkin saya bisa membantu?”

“saya kesulitan biaya daftar ulang mas..” begitu sms selanjutnya yang saya terima.

“Memangnya kurang berapa ? insya Alah saya bisa mengusahakan membantu..”

“walah mas..kok kurang berapa?ini saja belum ada blas..dana yang dijanjikan cair hari ini ternyata tidak bisa cair. Bagaimana mas? Apa bisa membantu mencarikan keringanan pembayaran?”.

“ehm..afwan dek, kalau keringanan kelihatanya agak sulit..tapi kalau penundaan mungkin bisa..”
“iya mas..penundaan juga tidak apa – apa..yang penting saya bisa masuk kuliah mas…syarat – syaratnya apa saja mas?.” Reza membalas dengan bahasa sms yang penuh dengan aura keopmtimisan dan harapan.

“sebentar ya dek.saya carikan info dulu”

“iya mas,,saya tunggu, Insya Allah info dari mas sangat bermanfaat untuk saya. Semoga Allah memberikan balasan yang lebih baik kepada mas..”.

“amin..doa yang sama untuk antum..antum juga banyak – banyak berdoa dek..semoga dimudahkan oleh Allah.” Untuk sementara pembicaraan kami via sms berakhir, senyampang saya melangkahkan kaki ke rektorat,menemui rekan – rekan advokesma dari EM pusat.

Disaat yang bersamaan, saya berfikir, bagaimana kira – kira bisa membantu si Reza untuk tetap bisa daftar ulang. Entah apa yang menggerakan saya, begitu saja saya merasakan ada sebuah ikatan dengan adek kelas yang bernama reza ini. Oh ya..ada mbak Sulih, mbak Yuli, mas Arifin,ukhti Ana,ukhti Atik, ukhti Eni yang kebetulan juga satu almamater dengan reza. Segera saja ku sms mereka semua.

“assalamu’alaikum..mbak, adek kelas antum ada yang diterima di UB, tapi kesulitan biaya daftar ulang..apa tidak ada bantuan dari jarma? Gak eman – eman tho? ”

Dan..respon pertama datang dari mbak sulih, kakak kelas jauh saya di UB, Cuma kami beda fakultas, saya di MIPA, dan mbak sulih memperoleh gelar S1nya di FIA, tepatnya administrasi publik, sehingga gelarnyapun adalah “S.Ap”.

Pembicaraan serius pun terjadi antara saya dan mbak sulih via telefon. Tentu saja pembicaraan ini berkisar tentang Reza. Dan alhamdulillah akhirnya, satu titik temu kami dapati, yaitu..bahwa si Reza harus tetap bisa masuk kuliah diBrawijaya. Entah bagaimana caranya. Jangan sampai, cita – cita menuntut ilmu itu kanda hanya gara – gara masalah finansial.

Setelah beberapa saat berbincang – bincang dengan teman – teman di advokesma, akhirnya saya mendapati syarat – syarat penundaan pembayaran itu. Segera saya ketik secara ringkas dalam format sms. Dan kemudian saya klik tombol send, mengarah kepada sebuah nomer yang saat itu masih saya beri nama “Re”. Oh ya..mbak Sulih juga meminta untuk dikirimkan syarat – syarat tersebut. Tentu saja dengan senang hati saya mengirimnya.

“iya mas..insya Allah saya segera melengkapi syarat – syarat ini, dan akan segera ke Malang, tapi belum tau kapan pastinya, mohon doanya mas,,” begitu sms yang kuterima dari Reza sesaat setelah kukirimkan syarat – syarat penundaan itu.

“Iya. Semangat ya dek..Allah itu Maha Kuasa, tidak ada yang bisa mencegah kuasanya jika Ia telah berkehendak..” begitu sms penyemangat yang kukirimkan padanya.

Menjelang sholat ashar, hp-ku kembali berdering. Kulihat ada nama “mbak Sulih PKS magetan’ yang berkedip – kedip dilayar hape-ku, tanda memanggil – manggil ingin berkomunikasi denganku. Segera kuraih, hape itu. Kembali pembicaraan kami berkisar tentang Reza, mulai dari kondisi keuangan keluarga Reza, pinjaman LMI yang tidak jadi bisa cair, Murobbi yang bertanggung jawab kepada halaqoh Reza semasa di SMA dulu, sampai kemungkinan terburuk jika penundaan itu tidak disetujui, mengingat ini sudah H-2 dari hari terakhir hari pendaftaraan ulang, dimana biasanya dalam keadaan normal butuh kurang lebih 3 hari – satu minggu untuk mengurusnya. Akhirnya beberapa opsipun kami pilih, Yang pertama, tetap ada pinjaman dari LMI sebesar 2,5 juta, dan dari “kemungkinan besar” mbak sulih 1.150.0000. Itu artinya sudah hamper setengah dari total biaya yang dibutuhkan. Masih kurang setengahnya lagi untuk bisa memenuhi total pembayaran 7 juta.

Hari menjelang magrib, datang sebuah sms dari Reza.
“Asw. Mas..in syarat – syaratnya masih ada yang kurang dan besok jam 9 baru bisa diambil dikantor desa. Bagaimana mas? Sabtu dan senin kantor tempat pembayaran sudah pasti tutup ya mas?”

“W3.ehm..ana carikan info dulu dek..sambil antum tetep ikhtiar mengusahakan terpenuhinya syarat – syarat tadi.”

Sayapun segera bergegas kembali ke-stan advokesma, menanyakan tentang info buka atau tutupnya kantor di hari sabtu dan senin yang kebetulan juga tanggal merah. Dan ternyata..stan advokesma pun sudah tutup. Saya berfikir sejenak. Oh ya..masih ada Pak Presiden EM yang kebetulan juga sebagai staff ahli saya di kastrat KAMMI Brawijaya.

“Asw. Mas..dirjen advokesma siapa ya? Ini ada maba yang perlu untuk diadvokasi”

“Wa’alaikumsalam..dirjen advokesma saudari astna pak kadept, ini nomernya 081 XXX XXX XXX ” begitu jawabnya dengan bercanda. Memang hubungan kami sangat aneh. Di kepengurusan EM, beliau adalah presiden saya, sedangakan saya hanya menempati posisi sebagai salah satu coordinator bidang KP. Tapi, di KAMMI , Saya adalah Kadept, dan beliau adalah staff ahli-nya. Aneh bukan,,,

Segera saya hubungi nama dan nomer yang sudah diberikan oleh Akh N. Aziz. Ah..ternyata nomer itu sedang tidak diaktifkan..sempat jengkel juga saya saat itu. Masa pejabat publik, nomer hapenya tidak aktif ? sesaat kemudian saya melayangkan protes kepada sang presiden. Dan jawabnya adalah :

“yang sabar dong akhi..kan tidak semua pengurus EM itu adalah orang – orang seperti antum. Banyak juga orang amah, seperti mbak astna ini salah satunya..jadi harap maklum, besok pagi saja coba dihubungi lagi. Mungkin sekarang beliau lagi kecapekan..” begitu nasehat dari Pak presiden, yang secara tak langsung meredam emosi saya saat itu.

Ba’da magrib segera kukirim sms kepada Reza.
“Asw. Akh..ini saya belum dapat kepastian. Yang jelas..antum tetap saja ikhtiar, dan kalau bisa, besok dini hari berangkat ke Malang, biar nanti paginya bisa ngurusi penundaan , insya Allah saya bantu. Syarat – syaratnya antum bawa dulu seadanya. Kan nanti juga bisa dikirim lewat fax.. ”

Sampai hampir jam 8 malam, tidak ada tanda – tanda ada balasan sms dari Reza. Apakah si Reza sudah patah arang ? oh tidak..jangan sampai. Segera saya berinisiatif, menghidupkan laptop kesayangan. Klik pidgin, ubah status “Ada seorang adek kelas dari magetan yang diterima di UB, tapi kekurangan biaya masuk. Ada yang mau bantu?”.

Untuk beberapa saat, saya biarkan pidgin itu. Segera kuraih Hape, dan kembali kuhubungi mbak sulih, untuk mendapatkan kepastian tentang siapa Reza ini dan lain – lain, untuk memastikan bahwa saya memang harus menolongnya. Sayang, karena IM3 memang sudah langganan eror, maka sms yang ke3pun tak sampai padaku dengan tepat waktu.

Segera kualihkan perhatianku ke layar monitor, ada Akh Maris, Mbak Sulis, dan Mbak Ageng yang sedang OL. Tanpa saya komando, ketika mereka membaca status-ku, segera secara berurutan mereka menanyakan tentang siapakah adek yang saya maksud itu ? Dan masya Allah..dari mereka saja. Sudah terkumpul uang 2,5 juta cash..yang sebenarnya bisa saja langsung ditransfer kerekening saya. Namun, karena saya memang sebisa mungkin menghindari akad utang piutang, maka saya menahan dulu keinginan mereka untuk mentransfer uang. Sambil menunggu kepastian kabar dari Magetan. Lalu, tak lama kemudian ada akh Sahid yang tiba – tiba nyeruduk tak tau darimana asalnya. Ya..saya katakana menyeruduk, karena akh sahid tiba – tiba saja memberondong saya dengan berbagai pertanyaan seputar statusku itu, dan dia dalam posisi invisible. Tentu saja hal ini membuat saya kaget. Karena ternyata..tanpa saya harus meminta – minta pun..tawaran bantuan itu dengan derasnya mengalir. Bahkan untuk akh sahid..beliau rela jika harus menggadaikan handycam-nya seandainya penundaan Reza ditolak dan harus membayar penuh..masya Allah..padahal mereka semua adalah manusia – manusia yang belum saling mengenal satu sama lain. Sungguh, hanya ikatan akidahlah yang membuat kami malam itu begitu tsiqoh dan tergerak hatinya untuk saling membantu.

Sampai hampir menjelang jam 22.30..saya masih asyik didepan layar monitor laptop. Menjelajah dunia maya. Berdiskusi mencari ilmu yang tak saya temui di buku – buku dektat di perpustakaan. Memang kebiasaanku, jika sudah didepan computer, bisa saja lupa waktu. Seperti malam itu, kalau saja akh edi tidak mengingatkan ku bahwa ini sudah menjelang tengah malam , dan kami harus segera pulang, jika tidak ingin terkunci di sekret SKI yang setiap hari menjadi markas kami untuk “menguasai dunia maya”. Akhirnya, tepat jam 23.30 saya dan akh edi (ketua SKI fakultas, sekaligus teman satu kamar yang sering saya pinjam nomer rekeningnya, karena tabungan saya di BRI belum ada ATMnya) tiba dirumah peradaban, begitu kami menyebut rumah kontrakan kami. Setelah sebelumnya membeli makanan, untuk dijadikan makan malam. Ya, makan malam. Karena memang siang itu kami sedang shaum sunnah senin kamis. Dan..tadi pagi tidak sempat sahur, jadi seandainya kami tidak makan malam, itu artinya dalam sehari hanya makan satu kali saat buka puasa. Ah..kami tidak ingin mendholimi tubuh karunia Allah ini. ..
---------to be continue--------

MECCA ( one of my dreams... )







Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Ya Allah, sesungguhnya tempat ini adalah taman dari taman-taman surga-Mu dan bagian dari rahmat-Mu yang telah dinyatakan oleh Rasul-Mu, dan dijelaskan keutamaan dan kemuliaan beribadah kepada-Mu di dalamnya. Kini, Kau sampaikan aku ke tempat ini dalam keadaan selamat.

Ya Sayyidi, segala puji bagi-Mu
atas nikmat-Mu yang agung yang Kau karuniakan padaku,
ketaatan pada-Mu yang Kau anugerahkan kepadaku,
dan kesempatan yang Kau berikan padaku untuk
mencari ridha-Mu
mengagungkan kemuliaan Nabi-Mu dengan berziarah ke kuburnya
menyampaikan salam kepadanya
dan mendatangi tempat-tempat yang bersejarah.

Segala puji bagi-Mu wahai Junjunganku, pujian
yang disampaikan oleh para Malaikat pemikul arasy-Mu dan para penghuni
langit-Mu; yang tak mampu dilakukan oleh orang-orang terdahulu dan melebihi
orang-orang yang belakangan.

Segala puji bagi-Mu, pujian
orang yang mengenal cara memuji-Mu
yang mendapat bimbingan untuk memuji-Mu
yang memenuhi segala ciptaan-Mu
yang mencapai keinginan-Mu
yang tak terhijabi dari-Mu
yang tak dapat dicapai tanpa-Mu
yang mencapai ridha-Mu
yang akhirnya tak dapat dicapai oleh awal segala pujian makhluk-Mu

Segala puji bagi-Mu, pujian
yang aku kenal pujanya, yang aku yakini pujanya
yang dijadikan awal segala ucapan

Wahai Yang Kekal kemuliaan dan keagungan-Nya
Yang Abadi kekuasaan dan kemampuan-Nya
Yang Keras siksa dan kekuatan-Nya
Yang Terlaksana perintah dan kehendak-Nya
Yang Luas rahmat dan ampunan-Nya
Wahai Pemelihara dunia dan akhirat
Betapa banyak nikmat-Mu yang Kau curahkan padaku,
yang paling mudah tak dapat diungkapkan dengan pujianku
yang paling kecil tak akan terwakili oleh ucapan terima kasihku.
Betapa banyak karunia-Mu yang Kau limpahkan padaku, sehingga
tak dapat dijangkau oleh keinginanku
dan tak dapat dibatasi oleh pikiranku.

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Nabi-Mu manusia pilihan pada masa kecilnya, masa muda dan masa tuanya
paling suci dari semua yang disucikan
paling dermawan dari semua manusia yang dermawan
paling mulia dari semua makhluk yang Kau ungkapkan asal-usulnya.
Dengannya Kau tegakkan seluruh risalah-Mu,
Kau akhiri semua nubuwah-Mu
Kau bukakan semua kebaikan
Kau tampakkan semua yang tampak.
Kau utus dia sebagai Nabi dan pembimbing yang terpecaya
pemandu dan penuntun menuju-Mu
dan hujjah di hadapan-Mu.

Sampaikan shalawat kepada manusia suci dan baik dari keluarganya;
Dengan Rasulullah saw
muliakan kedudukan mereka di hadapan-Mu
agungkan martabat mereka di sisi-Mu
tempatkan mereka pada kedudukan yang paling mulia
muliakan derajat mereka di dekat Rasul-Mu
sempurnakan kebahagiaan mereka dengan perjumpaan dengan Rasul-Mu
dan sempurnakan kebahagiaan mereka dengan kedudukannya.

Ein schönen Urlaub (asyik…!!!)


Seperti hari-hari sebelumnya, malang kembali diselimuti awan hitam. Langit pagi yang biasanya dihias semburat jingga nuansa fajar, kini gelap terselimut awan abu-abu. Namun bukan hal itu yang membuatku malas melepaskan selimut yang membalut tubuhku. Badanku yang capek tidak karuan lebih kusetujui untuk menjadi alasannya. Ada sedikit perasaan berdosa pada diriku karena telah memforsir daya tubuh ini untuk melakukan berbagai aktivitas dan beberapa rutinitas yang harus kujalani.

Mulai dari menempuh hampir 5 jam perjalanan Magetan-Malang pada awal pekan. Sebuah perjalanan yang tak bisa disebut sebagai perjalanan yang menyenangkan karena aku terpaksa duduk di jok paling belakang mobil jenis panther. Kemudian harus bekerja menjadi operator sebuah warnet yang terkadang mengharuskanku untuk terjaga sepanjang malam. Jarak antara tempat kerja dan rumah kontrakanku yang tak bisa dikatakan dekat juga telah berhasil memprovokasi kedua kakiku untuk protes apabila mereka kuajak untuk menempuh perjalanan pulang kerja dengan jalan kaki. Mengikuti beberapa aksi solidaritas untuk Palestina yang terkadang harus tetap dilaksanakan walau di tengah-tengah serangan ribuan tetes air yang diluncurkan oleh Yang Maha Kuasa dari langit.
“…Saudara-Saudara kita di Palestina sekarang sedang dihujani dengan roket dan peluru…”
walaupun disuarakan dengan suara serak (yang terdengar seperti iklan obat batuk), kata-kata itu berhasil membuat seluruh peserta aksi tak beranjak dari aksi yang sedang mereka gelar. Belajar lebih giat agar siap menghadapi UAS yang tinggal beberapa hari dilaksanakan, dan agenda agenda lain yang harus diselesaikan.

Bah…! Memikirkan apa yang telah kulakukan selama satu minggu pun membuat fikiranku ikut-ikutan capek. Aku rasa, istirahat seharian menjadi agenda terakhir yang ‘harus’ diselesaikan tubuhku akhir pekan ini. Bermalas-malasan di tempat tidur kupilih sebagai cara untuk memanjakan diri dalam rangka mengistirahatkan jiwa dan raga. Kupesankan pada teman-teman satu kontrakan bahwa aku sedang tak ingin diganggu siapapun. Sebelah mataku bahkan belum sempat terpejam saat seseorang mengucapkan salam di pintu depan rumah.

“Assalamu’alaikum”suaranya khas, membuatku dengan mudah mengenali siapa gerangan yang ada dibalik pintu.

Suara bass dengan logat daerah Indonesia timur yang tidak terlalu kental berhasil meyakinkan aku bahwa si pemilik suara adalah Akh Fajar. Asalnya dari Ternate, sekarang sedang menyelesaikan S1 di Universitas Brawijaya, dan yang paling penting ; orang luar jawa paling ramah yang pernah kukenal !!!

“pinjem helmnya 2 dong akh…” rupanya ia sedang mampir untuk meminjam helm.

“eh…mas Fajar, pagi-pagi gini mau kemana akh ?” kusempatkan untuk menemuinya.

Selain untuk memberikan helm yang ia minta, juga untuk memanjakan hatiku yang jadi tentram kalau sedang bertemu dengan orang yang ramahnya gak ketulungan.

“mau berenang nih, Reza mau ikut tha?” lansung terlintas di otakku ; dengan kondisi kesehatanku seperti ini ? NO !!!

“asyik lho, soalnya tempatnya bagus,ga usah bayar, rame-rame sama temen-temen dari…bla…bla…bla…” kali ini pendirianku sedikit mendapat ujian.

“…bla…bla…bla…kalau sedang gak enak badan, ikut berenang aja, pasti jadi seger lagi”

“iya juga sih…”hatiku mulai mengiyakan setelah sebelumnya kuberikan jawaban-jawaban halus yang berindikasi penolakan.

Entah pelet apa yang dia gunakan selain keramahannya yang luar biasa, akhirnya aku mengiyakan tawarannya untuk ikut berenang di daerah pinggiran kabupaten Malang, walaupun aku tahu kalau kemungkinan resikonya hanya ada dua ;kalu badanku tidak bertambah fit ya tambah sakit. Segera kuambil perlengkapan berenang dari mulai peralatan mandi sampai vitamin c dosis (lumayan) tinggi untuk antisipasi kalau-kalau kondisi tubuhku tambah parah.
Setelah menghampiri beberapa orang yang telah berjanji akan ikut berenang bersama, kami berangkat ke tempat yang telah disepakatai sebelumnya untuk menjadi tempat berkumpul. Disana telah berkumpul beberapa orang. Di antaranya ada beberapa orang yang kukenal. Ada akh Uun, ada juga mas arifin, mantan kakak kelasku waktu SMA yang telah lama tak kujumpai. Setelah saling bertukar salam dan sedikit basa-basi dengan obrolan yang mencairkan suasana kami tak lan gsug berangkat. Ada beberapa orang yang belum datang.

Setelah semua personil komplit berangkatlah kami ke tempat berenang di daerah gondang legi kabupaten Malang. Saat itu pukul 06:00 WIB. Kami sedikit ngebut agar bisa sampai di lokasi sebelum jam 07:00 WIB. Angin bulan januari di kota malang ternyata lebih dingin dari yang kuduga. Apalagi dalam kecepatan 80Km/Jam. Angin itu bagaikan menusuk tiap jengkal kulitku yang (padahal) tertutup jaket yang lumayan tebal. Jaraknya cukup jauh juga, keluar dari kota kami melewati jalan antar kota, sampai di kepanjen kami masuk lebih dalam melalui jalan kecamatan yang berliku-liku. Kami masuk semakin dalam hingga pemandangan yang bisa kami saksikan hanyalah pematang yang subur menghijau, menyegarkan setiap mata yang memandang.

Asyik juga dapat menyaksikan pemandangan yang sebelumnya kukira hanya dapat kujumpai di kotaku Magetan. Biasanya saat masih di magetan, aku akan mencari pemandangan seperti untuk kujadikan obat mujarab ketika badanku sakit tak karuan. Karena salah seorang yang kuhormati sebagai guruku di Magetan pernah berkata, obat yang paling mujarab untuk seluruh penyakit manusia adalah hati yang tenang, tentram, lagi bahagia. Nah…hal-hal itu dapat aku dapatkan (salah satunya)ketika dihadapkanku tersaji pemandangan seperti itu. Aku selalu dibuat kagum. Betapa Allah memang benar-benar Maha Kuasa. Hanya dengan izinnya lah keseimbangan alam ini dapat tercipta. Aku merasa kecil, karena sadar ada Dzat Maha Besar yang dapat menciptakan gunung sebesar itu, tanah selapang itu, hutan seluas itu, pemandangan seindah itu! Aku merasa lemah, karena sadar ada Dzat Yang Maha Mengatur keserasian alam. Menumbuhkan sawah-sawah di ladang, menurunkan hujan untuk menyuburkannya, menyinarinya dengan hangat sinar matahari untuk merawatnya. Semuanya demikian teratur, terorganisir dengan sempurna, membuat setiap orang yang memandangnya (seharusnya) sadar akan kekuasaan Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Pemelihara. Penghambaanku selalu dapat mencapai titik tertingginya. Keyakinan terhadap Allah semakin bertambah, termasuk keyakinan bahwa semuanya berasal dari Allah dan akan kembali pada-Nya, bahwa sakit adalah sarana penghapus dosa. Entah bagaimana caranya keyakinan-keyakinan seperti itu dapat menciptakan antibody yang dapat melawan penyakit dalam tubuh.

Setelah hampir satu jam perjalanan, salah seorang dari rombongan memberikan kode bahwa kami hampir sampai, namun sebenarnya susah untuk dipercaya bhawa di tempat seperti ini ada kolam renang. Bukan apa-apa, lokasinya yang berada di desa, jalan yang masih terbuat dari tanah dengan hamparan sawah dan pepohonan yang rindang di kiri-kanannya cukup mendukung ke-sangsi-an ku bahwa di tempat tersebut ada kolam renang. Aku bahkan masih belum percaya bahwa ditempat itu ada kolam renang saat salah seorang anggota rombongan mengatakan bahwa rombongan telah sampai.

Benar saja, di depan kami mulai terlihat sebuah kolam. Subhanallah!!! Yang ada dihadapanku cukup membuat bibirku tak bisa mengatup selama beberapa detik. Sungguh indah pemandangannya!!! Sebuah kolam alami yang luas, dikelilingi pohon-pohon tua berumur puluhan bahkan ratusan tahun. Rindang sekali ! setelah memarkir kendaraan, kutebarkan pandangan ke sekeliling kolam. Suasananya teduh, lantai kolamnya masih berupa batuan alami. Airnya masih jernih, karena langsung berasal dari sumber mata air di dekat kolam. Sangat jernih sampai-sampai aku ingin langsung meminumnya. Disibelah selatan, beberapa meter dari kolam, terhampar pematang yang berkilau hijau memantulkan kesegaran musim hujan. Cahaya matahari berkilat-kilat menimpa aliran air sumber yang mengalir di samping kolam renang. Padahal di Kota Malang sedang mendung tebal, tapi disini tidak. Walaupun awan menutupi matahari, hangat cahayanya masih dapat kurasakan. Sedangkan jauh disana berdiri kokoh sebuah gunung yang sampai sekarang belum kuketahui namanya. Kukira aku sedang berada di surga.

Tak mau membuang waktu lebih lama, aku segera mengganti pakaianku dengan baju renang yang kupersiapkan dari rumah. Sampai di tepi kolam, aku tak langsung menceburkan diri ke kolam. Dingin sekali, tapi segar. Turun ke kolam langsung kudayungkan tanganku membuat badanku meluncur ke tengah kolam. Teman-teman yang lain pun menyusul. Setelah itu kami bermain air, ada yang belajar berenang, ada yang hanya diam karena kedinginan, macam-macam tingkah mereka. Aku lupa dengan segala pikiran yang selama ini terus membebani, lupa bahwa 2 hari lagi aku akan menghadapi UAS, lupa dengan tagihan listrik yang belum kubayar, dan yang paling penting serta aneh adalah ; Aku lupa bahwa aku sedang tidak enak badan ! sugesti itu benar-benar bekerja pada tubuhku. Pikiranku ringan bagai melayang, tubuhku segar kembali bagaikan tidak pernah sakit sebelumnya. Kukira aku akan melewati seluruh waktu liburanku dengan hanya bekerja dan bekerja, namun tanpa kusangka sebelumnya aku telah mendapatkan liburan terbaikku kali ini, dan seperti yang kukira sebelumnya, perjalanan ke kolam renang (yang bahkan belum kuketahui namanya) akan menjadi obat paling mujarab bagiku. Puas berenang selama 2 jam kami memutuskan untuk pulang, karena hawanya sangat dingin. Sebelum pulang, akh Fajar masih sempat berkata padaku “sabtu depan kita kesini lagi yuk …?” tentu saja kusambut dengan anggukan !!!