Gara-Gara Bola


      

Anak laki-laki yang kecanduan sepak bola tentulah bukan barang ang aneh. Justru anak laki-laki yang sama sekali tidak tertarik dengan sepak bola harus siap menyandang predikat aneh dari masyarakat di sekitarnya. Sepak bola telah menjadi identitas gender tertentu walaupun sekarang, permainan ini telah umum dimainkan oleh perempuan. Lebih jauh lagi sepak bola telah menjadi bahasa universal selain musik. Dua orang yang sebelumnya belum saling mengenal bisa menjadi layaknya saudara apabila memiliki kesamaan dalam hal klub sepak bola mana yang difavoritkan. Fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.

 Apabila di awal tadi saya sudah mengatakan bahwa anak laki-laki yang sama sekali tidak tertarik dengan sepak bola harus siap menyandang predikat aneh dari masyarakat di sekitarnya, maka saya sudah siap disebut aneh. Oleh karena alasan tertentu, saya tidak terlalu fanatik atau tergila-gila terhadap permainan berebut kulit bundar ini. Alasan yang sangat pribadi dan emosional sampai-sampai saya tak sanggup menceritakannya di sini.

 Jadilah diri saya seorang yang pasif apabila sedang berkumpul dengan teman-teman laki-laki saya. Padahal, saya adalah orang yang biasanya cerewet apabila sudah berbicara, terutama mengenai topik yang saya kuasai. Tetapi saat mereka berbicara mengenai bola, saya hanya bisa menjadi pendengar tanpa bisa berkomentar sedikitpun. Seperti yang sudah saya perkirakan sebelumnya, hal ini berdampak dengan cara saya berkomunikasi dengan mereka, yang pada akhirnya memberikan pengaruh buruk terhadap hubungan saya dengan mereka.

 Untungnya fenomena itu berhasil saya ketahui, walaupun sebenarnya agak terlambat. Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, saya melakukan perbaikan diri, tepat ketika saya menginjak dunia kampus. Caranya? Saya belajar tentang bola. Browsing di internet mengenai tim yang difavoritkan saat ini, top scorer tahun ini, profil tim sepak bola lokal, dan segala sesuatu tentang dunia bola. Hal itu semata-mata saya lakukan agar saya dapat menjalin komunikasi yang lebih baik dengan orang lain (terutama para penggemar sepak bola-yang merupakan komunitas terbesar dalam sejarah kehidupan manusia)

 Hal itu sangat berdampak positif. Komunikasi saya dengan teman-teman saya menjadi lebih baik. Kondisi tersebut turut memudahkan kami dalam mengakomodasi kebutuhan masing-masing (salah satu tujuan berkomunikasi adalah : memenuhi kebutuhan)

 Pengalaman saya tersebut dapat dijadikan contoh sederhana untuk menjelskan salah satu tradisi komunikasi yaitu tradisi fenomenologi. Dalam tradisi tersebut, diungkapkan bahwa inti fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian dalam suasana yang alamiah. Dalam contoh di atas, cukup jelas saya gambarkan bagaimana saya mengamati tradisi komunikasi yang berlaku di kalangan anak laki-laki dan kemudian menjadikannya pelajaran bagi cara saya berkomunikasi.

 Fenomenologi bisa juga disebut sebagai tradisi yang menolak teori. Tradisi ini lebih menekankan pada rasionalisme dan realitas budaya yang ada. Realitas dipandang lebih penting dan dominan daripada teori-teori melulu dan itulah salah satu hal yang membuat saya selalu bersemangat untuk lebih mendalaminya.

2 comments:

  1. SETUJU......
    tp menurut geometri itu,,,, bola bentuknya bulat atau 'bola' sendiri.... klu bundar itu terkesan lebih 2 dimensi... datar gitulah...

    ReplyDelete