Bidadari Senja di Pagi Hari



Pagi ini aku berangkat kerja dengan ogah-ogahan. Badanku panas dingin kayak kulkas dua suhu, karena kemarin kehujanan saat perjalanan kepanjen-malang. Perjalanan yang gak penting karena aku dan temen-teman kontrakanku menempuh berkilo-kilo perjalanan hanya untuk membeli semangkuk bakso. Tapi sepadan karena baksonya luar biasa enak. Kapan-kapan deh aku ceritakan mengenai baksu Duro Kepanjen itu.

Seperti biasa, hal pertama yang kulakukan ketika sampai di tempat kerjaku adalah bersih-bersih. Hari ini aku tidak hanya menyapu lantai, tapi juga mengepelnya. KOTOR. Selesai itu merapikan bilik-bilik user yang kotor dan berantakan. Semua beres. Aku bergegas ke depan menuju singgasana operator, pusat kendali tempat kerjaku. Di sana masih ada mas Wafin, petugas shift malam yang belum pulang sampai pagi ini. Dia sedang asyik nonton televise lewat computer operator. Membuka-buka Koran pagi, membaca surat, semua lewat computer operator. (jaman emang udah berubah…hehe)

Entah apa yang mendorongku, tapi aku tidak jadi duduk di tempat operator. Kakiku terus melangkah ke luar, ke depan tempat kerjaku. Kemudian duduk di emperan depan tempat tukang parkir ruko biasa mangkal. Bersih-bersih tadi cukup membuat tubuhku berkeringat. Lumayan lah. Badan jadi lebih enteng dengan keluarnya toxin melalui keringat.

Duduk memandangi padatnya lalu lintas pagi di jalan raya, membuat anganku melayang tak karuan. Menerawang 19 tahun perjalanan hidup yang telah dilalui. Tentang apa saja yang pernah dilewati, hal-hal yang kuinginkan tapi tak pernah terwujud, tentang keluargaku di rumah, tentang studiku sekarang, tanggungan-tanggungan yang masih membeban, serta tentang kehidupan masa depan apabila aku masih diberi waktu oleh Allah untuk terus hidup.

Refleksi diri macam itu selalu membuat hatiku nyaman. Padahal yang segala hal yang membayang bukanlah hal yang manis untuk dikenang. Seperti hutang yang belum terbayar, tanggungan yang belum terlaksana, dan seabrek hal lain yang oleh orang lain lazim disebut sebagai “beban hidup”. Tapi aku masih selayaknya manusia lainnya. Tak jarang refleksi diri berakhir dengan ketidak-puasan terhadap apa yang diberikan oleh Allah. Seperti kenapa jalan hidupku tidak seperti dia, kenapa aku tidak memiliki apa yang orang lain miliki, dan banyak lagi.

“lamunan”ku buyar ketika dari kejauhan kuihat seorang perempuan tua berpakaian lusuh datag dari kejauhan. Sebelah tangannya menenteng karung plastic yang entah apa isinya. Pengemis mungkin. “Lumayan nih bisa tukar uang receh untuk uang kembalian” pikirku. Seperti perkiraanku dia dating menghampiriku. Tampa sempat ia berkata-kata, langsung kusapa dia

“nyuwun sewu mbah, kagungan receh napa mboten ?”

Dia menjawab “ oh… mboten gadah mas…punapa tha ?…”

“ oh, nggih sampun . menawi kagungan badhe kula ijoli ewon, kangge susuk toko nika lo mbah…” sambil menunjuk tempat kerjaku

“ o.. mboten gadah mas..nyuwun sewu nggih mas…” ujarnya sambil menuju tempat sampah di dekatku.

Dia melihat ke dalam tempat sampah kemudian mulai mengaduk-aduk isi tempat sampah itu. iseng, kuajak ngobrol dia.

“ pados plastik tha mbah ?”

“Nggih mas” jawabnya.

Menemukan barang yang ia cari, ia duduk di emperan, tak jauh dari tempatku duduk.
Iseng, kutanyai lagi

“ sampun sarapan mbah ?”

Dia menjawab sambil tersenyum lebar “ dereng…”

Kujawab lagi dengan nada bercanda “ walah, sami mbah…”

Kami pun sama-sama tertawa. Kali ini aku mulai penasaran

“sedina angsal pinten mbah ?”

Dia menjawab “ wah… kula niki asline dodol jamu mas, dina iki lagi prei, trus mubeng golek plastic. Lumayan kanggo mangan ben dina “

Entah apa yang mendorongnya, ia meneruskan ceritanya

“ kula niki wong ra nduwe,wis tuek pisan. Tapi aku emoh ngemis mas. Rejeki ku wis akeh.karo Gusti Allah aku ra tau diwenehi sugih, nanging aku mesti diwenehi rejeki sing iso nyukupi butuh. Sing penting aku kerjo sing halal. Ora ngemis, onok ae dalan tekone rejeki“

Aku tertegun mendengar jawabannya. Jawabannya polos, apa adanya. Tapi menusuk hingga ke tiap relung hatiku. Tak tahu kenapa, seperti ada yang menusuk dadaku. Rasanya menyesak. Begitu baik persangkaannya terhadap Allah. Dari perkataannya, tak sedikitpun tersirat rasa kurang atau kecewa terhadap kehidupan yang telah ia jalani. Apa yang ia katakana adalah apa yang kubutuhkan saat ini. Penyadaran bahwa Allah tidak akan memberikan apapun yang kita, namun akan selalu mencukupi apa yang kita butuhkan. Allah juga lah yang mengetahui jalan mana yang terbaik untuk hamba-Nya.

Aku kembali sadar bahwa banyaknya cobaan yang sedang kuhadapi sekarang, diberikan oleh Allah agar aku selalu kembali ingat dn memohon kepada-Nya, agar aku bersyukur dengan cara lebih giat beribadah kepada-Nya, agar aku menjadi manusia tangguh yang siap menghadapi ujian-ujian berat-Nya selanjutnya, dan akhirnya menjadi orang istimewa di akhirat sana karena telah menempuh segala ujian-Nya dengan berhias syukur di setiap langkah.
Selesai mengemasi barang yang baru saja didapatkan dari tempat sampah, wanita tua itu pergi meninggalkanku

“monggo mas…” ujarnya

Aku sendiri masih tertegun dan hanya bias menjawabnya dengan anggukan dan senyum yang kupaksakan, karena setitik air mata telah menggantung di sudut mataku, menunggu untuk jatuh, membasahi pipiku yang pucat karena tak enak badan. Ku tertunduk, membenamkan kepala dalam dekapan tanganku sendiri. Merenung kembali. Kali ini tentanng segala hal yang telah ku dapatkan, segala hal yang selalu Allah berikan kepadaku saat ku menghadapi cobaan-cobaan-Nya, segala hal yang bisa mengingatkanku untuk bersyukur pada-Nya.

Salah satunya atas pekerjaanku saat ini, yang kudapatkan saat aku benar-benar tak tahu dari mana akan ku dapatkan uang untuk membiayai hidup dan kelangsungan studiku di malang. Sungguh Allah teramat saying padaku. Hanya saja cara-Nya saja yang terkadang terlampau sulit untuk aku pahami. Ampuni aku ya Allah. Ku berbalik, memandangi nenek tua hingga berada di ujung padangan. Yang kutemui barusan bukan sekedar perempuan tua dengan karung plastic di tangannya, melainkan seorang bidadari dengan sejuta kearifan di hatinya.



11 comments:

  1. Kamu tahu? Dia bukan bidadari, itu cuma aku yang menyamar?!

    ReplyDelete
  2. hua hua hua ceritanya tragis

    eh Q mw saran buat judul ya. saranQ hati yang malu ketika ku kira dia pengemis.

    kalo aq jadi u dah tak ganti mukaQ
    inilah hidup ZA. time is running out. moga2 banyak orang yang mau bekerja keras g hanya menggantungkan diri saja. (blng gini msh blm ngaca)


    semangat semangat semangat

    ReplyDelete
  3. duh kalian ini...tetep ga berubah...

    ReplyDelete
  4. pengharap ridho AllahNovember 10, 2009 at 2:59 AM

    subhanallah...itulah salah satu buah berkhusnudzon kepada Allah...tidak akan kita merasa kekurangan.
    terima kasih tausiyahnya...semoga bisa menjadi pendorong untuk kita agar lebih banyak bersyukur kepada-Nya.

    ReplyDelete
  5. sama-sama . saya masih harus banyak belajar bersyukur

    ReplyDelete
  6. sepotong kisah yang sanggup memenuhi relung hati za

    ReplyDelete
  7. @mas un: mas un pasti punya lebih banyak cerita. bagi dong...

    ReplyDelete
  8. wah, itu sama kayak nenek2 yg sering aq perhatikan dulu deh Za.yang ini: http://erikmarangga.blogspot.com/2009/03/nenek-pemulung-yang-ceria.html

    ReplyDelete
  9. ummu abdillah,,,,

    saya pula tertegun dan merinding membaca tulisan ini, sampai ikut menangis dan terinspirasi dengan kalimat :"karena setitik air mata telah menggantung di sudut mataku, menunggu untuk jatuh, membasahi pipiku yang pucat karena tak enak badan. Ku tertunduk, membenamkan kepala dalam dekapan tanganku sendiri. Merenung kembali.Kali ini tentanng segala hal yang telah ku dapatkan, segala hal yang selalu Allah berikan kepadaku saat ku menghadapi cobaan-cobaan-Nya, segala hal yang bisa mengingatkanku untuk bersyukur pada-Nya.

    Jazakallah ahsanal jaza' wa syukran akhi atas tulisan yg menginspirasi.
    karena justru dari orang lainlah, terkadang kita menemukan jawaban yg selama ini kita resahkan. polesan tubuh rapi ataupun lusuh tdk bisa dijadikan tolok ukur untuk menilai pribadi seseorang tapi dari ketulusan perkataan yg membuahkan kejujuran itulah manusia terbaik yang membalut kesempurnaan akhlakul karimah yg menghiasinya.

    ReplyDelete
  10. @ummu abdillah : subhanallah... semoga bermanfaat ^_^

    ReplyDelete