M H M M D




kita adalah nahkoda bagi kapal kehidupan kita masing-masing
-Reza Yoga (2011)-






Suatu ketika, saat saya masih duduk di bangku SMA, saya dan beberapa orang dari berbagai SMA di Jawa Timur diminta untuk mewakili Provinsi dalam acara pelatihan kepemimpinan OSIS tingkat nasional di Bogor. Sampai saat ini, saya masih menganggap momen tersebut sebagai keberuntungan terbesar dalam hidup saya. selama sepekan kami diberikan pembekalan mengenai organisasi kesiswaan, dan seluk beluknya. Di tempat itu, kepemimpinan dan kemampuan manajerial kami juga digembleng dengan intens.

Hingga pada hari ketiga, sesi pelatihan dipegang oleh sebuah lembaga pelatihan bernama MHMMD. Nama yang unik bagi saya, karena pada jaman itu, lembaga pelatihan sering memakai nama-nama bombastis untuk mem-branding produk pelatihan mereka. Selama tiga hari berturut-turut, seluruh peserta diajak untuk mengarungi sejarah masa lalu masing-masing, menggambarkan kondisi saat ini, merancang peta masa depan, dan berbagi dengan tokoh-tokoh yang telah berhasil dengan peta hidup mereka.

Saya tidak terlalu mampu untuk melukiskan betapa dahsyatnya pelatihan tersebut karena memang selama proses pelatihan, mereka jarang sekali memakai kata-kata bombastis yang kadang terasa si awang-awang, tak tersentuh logika sederhana kita. Mereka lebih mengajak kami untuk berfikir mengenai kehidupan yang kami jalani saat ini. Logika yang runut, dialog dan diskusi kelompok yang intim dan berkualitas menjadikan hasil pelatihan lebih membekas hingga sekarang.

Masih segar dalam ingatan saya bahwa pada sebuah sesi kami diminta untuk menuliskan daftar impian kami masing-masing pada selembar ‘kertas impian’. Saya menuliskan beberapa hal seperti : membuat komunitas nasyid di magetan, kuliah di perguruan tinggi Negeri di Malang, Kuliah dengan biaya sendiri, mendapatkan beasiswa sejak semester pertama kuliah, hingga menjadi presiden BEM dan rekaman di studio musik. Semua saya tulis tanpa ada rasa ragu apakah saya bisa mewujudkannya atau tidak.

Sang pelatih juga menekankan pada kami bahwa tulisan di kertas-kertas tersebut tidak akan berakhir hanya sebagai tulisan di atas kertas saja. Impian-impian tersebut bisa kita raih asalkan kita Fokus, well-planned dan benar-benar yakin bahwa kita bisa mewujudkannya. Seperti asas hukum ketertarikan bahwa jika kita meyakini / berfikir tentang suatu hal, maka sesungguhnya kita sedang menarik hal tersebut untuk datang pada kehidupan kita.

Sampai akhirnya, kertas tersebut bagai selembar kertas ajaib bagi saya. Impian saya satu per satu mulai terwujud. Komunitas nasyid, kuliah, beasiswa, mulai terwujud satu persatu. Bahkan beberapa hal yang sebenarnya sudah lama saya lupakan semasa SMA seperti Presiden BEM, rekaman dan lain-lain mulai terwujud satu persatu, hanya karena saya pernah begitu yakin bahwa hal tersebut akan  terjadi di kehidupan saya.

Yang lebih mengejutkan lagi, saat saya menuliskan akan bergabung dengan keluarga besar MHMMD, saya dipertemukan dengan Abi dengan ‘MHMMD Jatim’ nya. Dari situ saya benar-benar yakin bahwa kita adalah nahkoda bagi kapal kehidupan kita masing-masing. Kita memiliki kemampuan untuk mengupayakan agar hal terbaiklah yang terjadi dalam hidup kita.

Bahkan Tuhan pun sudah berjanji bahwa Ia tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali mereka mengupayakannya sendiri. Kita hanya perlu tujuan yang jelas, mental yang matang, usaha keras yang berlandaskan keyakinan dan hubungan yang harmonis dengan Sang Penentu Takdir agar yang kita upayakan selaras dengan apa yang ia takdirkan. 

Terima kasih MHMMD


KEHILANGAN




Orang kaya akan lebih banyak kehilangan, karena ia dituntut untuk lebih banyak memberi
- Reza Yoga (2011) -




Saya hanya bisa menggelengkan kepala saat ada seorang adik tingkat saya di kampus yang bercerita mengenai kejadian yang baru saja menimpanya. Ia bercerita bahwa ia baru saja kehilangan 1 buah laptop di rumah kontrakannya. Tak lama kemudian ia kehilangan helm, dan yang terakhir, rumah kontrakannya nya disatroni maling (lagi).

Bagi teman saya, nilai barang-barang tersebut sebenarnya tidak seberapa besar karena ia termasuk anak orang yang berada. Akan tetapi saya tetap bisa memahami bagaimana rasanya jika tiba-tiba barang-barang yang kita miliki, apalagi jika barang tersebut adalah barang yang kita sayangi, tiba-tiba berpindah hak milik tanpa persetujuan kita.

Saya sendiri pernah mengalami beberapa momen kehilangan. Mulai dari dompet yang berisi seluruh hidup saya (saya rasa tidak berlebihan karena isinya adalah : biaya hidup saya selama sebulan, uang hasil usaha dagang saya, ATM, KTM, KTP, ASKES, dan lain-lain) sampai dengan sepeda onthel yang biasa saya pakai untuk pergi ke kampus dan ke tempat kerja.

Kehilangan memang menyebalkan, membuat jengkel dan dongkol. Akan tetapi saya sadar betul bahwa umpatan dan makian tidak akan membawa saya kemana-mana, pun tidak akan bisa membawa barang-barang yang telah hilang kembali ke tangan kita. Biasanya saya langsung mengambil tindakan pasrah yang paling rasional : mengurus surat kehilangan di kantor polisi untuk mengurus surat-surat penting yang hilang, atau hanya sekedar melapor.

Orang-orang biasanya berkata “mungkin kamu kurang beramal” atau “disuruh Tuhan untuk beramal lebih banyak tuh”. Kemudian saya menemukan sebuah teori bahwa : Orang kaya akan lebih banyak kehilangan, karena ia dituntut untuk lebih banyak memberi. Ya, begitulah konsep keseimbangan hidup yang saya pelajari bahwa si pintar harus mengajari si bodoh, si kuat harus menolong si lemah, si kaya harus memberi si miskin.

Posisi manusia selalu berada di tengah, ketika ia melihat ke atas, ia akan selalu bisa melihat orang yang yang ‘lebih tinggi’ dari dirinya. Begitu pula saat ia melihat ke bawah, ia akan selalu menemukan orang yang ‘lebih rendah’ (baca : miskin) daripada dirinya. Jadi ketika kita kehilangan sesuatu, sebenarnya kita sedang ditunjukkan bahwa kita sedang lupa pada betapa kayanya kita, sampai-sampai kita harus dipaksa untuk memberikan sebagian harta kita pada orang lain.

Sebuah konsep yang cukup konyol. Tidak, bahkan sangat konyol. Tapi cukup efektif untuk membuat saya menjadi orang yang senantiasa berbaik sangka pada kehidupan, atau paling tidak pemikiran ini lebih baik daripada umpatan yang hanya akan mengantarkan anda pada penderitaan akibat  ketidakpuasan akan takdir yang sudah terjadi.