WE ARE ONE



Kita harus bersatu seperti sebuah organisme tunggal dan organisme tunggal yang memusuhi dirinya sendiri akan menemui kehancuran.

 - RezaYoga (2011) -



Manusia terlahir sama di dunia. Kita sama-sama telanjang saat lahir. Kita sama-sama terlahir tanpa dosa sedikit pun. Selanjutnya kita belajar mengenai semua hal tentang hidup kita. Kita mempelajari kebaikan dan keburukan pada diri kita. Kita mempelajari kesuksesan dan kegagalan dalam hidup kita. Proses dan hasil belajar itulah yang menjadikan kita tidak sama.

Latar belakang budaya, didikan orang tua, dan pengaruh lingkungan sekitar membuat perbedaan tersebut semakin jelas. Ragam budaya, sifat dan karakteristik lingkungan menjadikan perbedaan yang ada pada seorang individu menjadi semakin detil dan kompleks. Kemudian sampailah kita pada sebuah pemikiran bahwa tak ada manusia yang sama di dunia, sekalipun mereka kembar identik.

Sayang sekali, masyarakat kita telah dididik untuk mengangung-agungkan perbedaan antar individu. Saat kita melihat pada seseorang, yang terlihat hanyalah bahwa ia lebih bodoh, ia lebih cantik, ia lebih sukses dan realitas semu lainnya. Secara tidak sadar kita telah membangun dimensi-dimensi pemisah antara diri kita dengan orang lain. Kita mengkategorikan orang lain berdasarkan dimensi tersebut, kemudian kita memperlakukannya sedemikian rupa.

Apa dampaknya ? kita akan melihat orang lain sebagai bagian yang sama sekali terpisah dari diri kita dengan berbagai cara untuk membedakan mereka satu sama lain. Idealnya, kita harus bisa memerankan sebuah karakter dramatis di mana kita menempatkan orang lain sejajar dengan diri kita. Kita harus bisa menempatkan mereka pada dimensi yang sama dengan diri kita.

Saya tidak berusaha mempengaruhi anda untuk menafikkan bahwa terdapat perbedaan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Saya hanya ingin mengajak anda untuk tidak hanya fokus pada perbedaan yang ada. Saya ingin mengajak anda semua untuk berfikir tentang betapa banyak kesamaan yang kita miliki sehingga itu cukup menjadi alasan bagi kita untuk saling menghargai, menyayangi, dan tidak saling membedakan dengan cara yang tidak adil satu sama lain.

Jika kita hanya fokus pada perbedaan yang menjurang di antara kita, maka kita akan terbawa pada sebuah situasi kesenjangan. Apabila kesenjangan tersebut bertemu dengan pola pikir negatif, yang muncul selanjutnya adalah rasa saling iri, persaingan tak sehat, dan akhirnya : perpecahan.

Padahal selama ini telah terbukti bahwa perpecahan hanya akan membawa kita pada lembah kehancuran dan kegagalan, sedangkan persatuan akan membimbing kita meraih keberhasilan dan gemilangnya kemenangan. Lihat saja bagaimana Indonesia mencapai kemerdekaan. Tentu saja kemerdekaan itu didapat setelah kita bersatu, nukan setelah kita berpecah-belah.

Mari kita coba untuk menerapkan logika tersebut pada kehidupan bermasyarakat. Jika kita ingin menjadikan masyarakat ini madani, kita harus memulainya dari persatuan. Salah satu usaha untuk menyatukannya adalah dengan menyadarkan setiap anggota masyarakat bahwa mereka merupakan sebuah kesatuan. Kita harus bersatu seperti sebuah organisme tunggal dan organisme tunggal yang memusuhi dirinya sendiri akan menemui kehancuran.

Dalam sebuah organisme, jika salah satu organ merasa sakit, maka organ yang lain juga ikut merasakannya. Jika ada anggota masyarakat yang sedang mempunyai masalah, maka yang lain pun akan dengan ikhlas menolongnya. Tak ada lagi keraguan karena setiap orang tak melihat orang lain sebagai suatu bagian yang terpisah dari dirinya.

Lalu apa untungnya untuk diri kita ? jika kita bisa lebih bijak memandang sebuah perbedaan, kita akan lebih mudah menerima kenyataan yang terjadi pada diri kita. Kita akan lebih mudah melihat dan mensyukuri segala hal yang telah dianugrahkan pada kehidupan kita. Tak ada lagi keinginan tamak untuk menjadikan orang lain lebih hina. Diri kita akan segera menjauh dari sebuah kata yang paling tidak ingin saya miliki : sombong.

Jadi mulai sekarang, mari kita menjunjung tinggi keragaman, dengan tidak menjadikan perbedaan sebagai porsi utama. Agar kita dijauhkan dari kesombongan, dan diliputi rasa syukur yang melimpah, menuju sebuah keharmonisan hidup yang kita idamkan.

Break The Wall Down


Apa yang kita inginkan berbanding lurus dengan usaha dan pengorbanan yang harus kita keluarkan


-Reza Yoga (2010)-



Pernahkah anda merasa sangat menginginkan sesuatu, tetapi anda tidak kunjung mendapatkannya ? atau selalu mendapat halangan ketika anda berusaha meraih sesuatu ? kalau anda pernah mengalami kejadian tersebut, saya malah sering. Kalau sudah begitu siapa yang biasanya kita salahkan atas kegagalan yang terjadi ? siapa yang kita salahkan atas munculnya hambatan di tengah usaha kita dalam meraih impian kita ? Tuhan. 

Saya bukan sedang mengajak anda untuk bersama-sama membenci Tuhan yang telah memberikan kehidupan yang indah ini. Saya hanya berusaha jujur terhadap kenyataan bahwa kita terlalu sering menyalahkan Tuhan atas cobaan yang muncul di peta kehidupan kita. Saya tahu betul karena saya pernah mengalami hal tersebut. Tapi itu dulu, sebelum saya mengerti kenapa saya harus menerima segala hambatan tersebut. 

Kita sering lupa bahwa cita-cita yang besar menuntut pengorbanan yang besar. Apa yang kita inginkan berbanding lurus dengan usaha dan pengorbanan yang harus kita keluarkan. Rumus ekonomi kehidupan yang sederhana, mudah dipahami, tapi sering dilupakan. Semakin besar keinginan atau cita-cita kita, semakin besar pula usaha dan pengorbanan yang harus kita berikan. 

Suatu ketika seorang adik tingkat mengeluh pada saya mengenai mahalnya biaya pendidikan yang harus ia keluarkan demi meraih cita-citanya sebagai seorang sarjana. Secara sepihak dan tanpa memberitahu siapapun, ia memutuskan untuk berhenti setelah sempat sebulan mengicipi bangku kuliah. Ia tidak tega pada orang tuanya yang harus banting tulang untuk membiayai kuliahnya. Ia tak ingin lebih membebani orang tuanya yang sudah terlanjur terlilit utang jutaan rupiah yang digunakan untuk biaya masuk universitasnya dulu. 

Menurut saya tak ada yang salah dengan impiannya. Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi akan membuka lebih banyak kesempatan, dan menghidupkan optimisme untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang. Tapi ia menyerah terlalu cepat. Ia menganggap bahwa kendala biaya adalah sebuah tembok besar bertuliskan “kubur impian anda”. Tembok itu juga  memaksanya untuk memutar arah dan mencari ‘impian baru’ dengan tembok yang lebih kecil. 

Padahal melalui tembok itu, Tuhan hanya ingin melihat seberapa besarkah kita menginginkan hal tersebut ? kalau kita benar-benar menginginkannya, kita akan mencari tahu bagaimana cara merubuhkan dan melewati tembok tersebut. Dulu saya pernah mengalami situasi serupa. Maksud hati duduk di bangku kuliah tapi apa daya dompet tak sampai. Tembok itu terlihat sangat besar dan jelas di depan mata saya.

Tapi saya sadar saya harus menghancurkan tembok itu, saya terus memutar otak agar saya bisa tetap kuliah. Kemudian saya bekerja, mencari beasiswa, dan melakukan hal lain yang dapat membantu saya untuk menghancurkan dinding penghalang antara saya dan impian saya. 

Sekarang, tembok tersebut sudah runtuh. Saya berada di tempat yang jauh lebih baik. Berbagai kesempatan terbuka lebar di depan saya. Saya telah meyakinkan Tuhan bahwa saya benar-benar menginginkan ini dan akan berusaha maksimal untuk meraihnya. 


Akhirnya saya mendapatkan sebuah pelajaran berharga bahwa ketika Tuhan memberikan cobaan, Ia tidak sedang membenci kita. Ia hanya ingin melihat sejauh mana kita menginginkan hal tersebut dan sebesar apa kita mau berkorban untuk menebus sebuah kesuksesan. Jadi berhati-hatilah, karena hanya dengan modal prasangka baik kepada Nya, anda akan meraih kesuksesan dan optimisme berkepanjangan.

HIDUP INI SEMANIS KUE





Cobaan yang kita hadapi hanyalah instrument yang akan membuat derajat kemanusiaan kita meningkat (Reza Yoga - 2011)







Kehidupan memang salah satu hal yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Selama ribuan tahun, umat manusia telah terobsesi pada kehidupan. Mulai dari asal-usul kehidupan, akhir dari segala kehidupan, serta bagaimana kehidupan itu sendiri berproses.

Termasuk berbagai upaya untuk mengetahui apa yang harus kita lakukan agar kita bisa menjalani kehidupan dengan sepenuh hati, bagaimana mengatasi segala permasalahan kehidupan dan masih banyak lagi lainnya. Jumlah buku, video, seminar dan pelatihan yang menggunakannya sebagai tema utama cukup menjadi bukti bahwa manusia telah terobsesi dengan kajian kehidupan sejak dulu kala.

Banyak perumpamaan tentang kehidupan yang dapat membantu kita untuk memahaminya. Ada yang mengatakan bahwa kehidupan ini seperti roda, kadang kita ada di atas, kadang kita di bawah. Ada yang mengatakan bahwa hidup ini adalah panggung sandiwara, dan masih banyak lagi perumpaan lain tentang kehidupan.

Lima jam yang lalu, saya belajar mengenai sebuah perumpamaan yang cukup ‘asyik’ untuk menggambarkan kehidupan yang sedang kita jalani ini, bahwa : Hidup Ini Seperti Sepotong Kue.

Bahan utama yang umumnya digunakan untuk membuat kue adalah telur, tepung terigu, sedikit minyak, gula halus, dan masih banyak lagi. Sekarang saya meminta anda untuk membayangkan bagaimana rasanya jika anda memakan bahan-bahan tersebut satu per satu. Rasionalitas pasti akan memaksa anda untuk mengatakan bahwa rasa telur mentah tidak lebih enak daripada rasa telur yang sudah bercampur dengan bahan lain dalam sepotong kue manis.

Sekarang kita beralih pada kehidupan. Kehidupan yang sedang kita jalani. Kita pasti pernah merasa tidak puas dengan kondisi yang sedang kita hadapi. Seringkali kita tidak dapat menerima kenyataan yang sedang kita jalani. Ujian hidup yang kita hadapi terasa ‘se-amis telur’. Cobaan demi cobaan yang kita lewati terasa sepahit bahan pengemulsi kue.

Banyak sekali penggalan-penggalan kehidupan yag kita kutuk sebagai pengganggu dalam kehidupan kita. Saat kita tak lulus ujian, saat kendaraan kita secara tiba-tiba mogok di tengah jalan, saat tak ada sepeser uang pun di dalam lipatan dompet kita. Tapi mari kita lihat sisi baiknya.

Suatu saat kendaraan saya mogok di tengah perjalanan dari Malang menuju Blitar. Kendaraan saya berhenti saat saya melalui areal persawahan. Pada awalnya memang menyebalkan, tapi kemudian saya mendapatkan hal yang lebih menarik dari apa yang saya cari di Blitar, yaitu pemandangan sawah yang menakjubkan, udara yang menyegarkan dan perasaan hati yang lapang.

Jika kita mau mencoba untuk memandang kehidupan ini dari sisi yang berbeda, kita akan sadar bahwa sebenarnya, hal-hal yang kita anggap sebagai kepahitan hidup tersebut hanyalah bahan-bahan yang diperlukan agar hidup kita menjadi sepotong kue yang manis. Cobaan yang kita hadapi hanyalah instrument yang akan membuat derajat kemanusiaan kita meningkat. Kita menjadi makin dewasa dan siap untuk menjalani tantangan kehidupan yang lebih sulit.

Ya, bayangkan jika cobaan tersulit sudah anda lalui, maka cobaan selanjutnya akan menjadi lebih mudah. Setiap cobaan melahirkan ketangguhan, keberanian, dan pengalaman yang tak ternilai harganya. Pengalaman inilah yang nantinya akan menjadi panduan kehidupan yang berguna, baik untuk anda, maupun untuk orang-orang disekitar anda.

Terlepas dari setuju atau tidak setujunya anda terhadap apa yang saya tulis, saya hanya berharap agar apapun yang nantinya menimpa hidup anda, apakah itu baik atau buruk, semoga anda lebih bisa memaknainya dengan bijaksana. Have a nice cake, maaf maksud saya Have a Nice Day.